Jumat, 27 Juni 2014

Menyambut Bulan Al-Qur`an


Menyambut bulan Al-Qur`an
Oleh : Juhaenit Zamzami


Alhamdulullah Sebentar lagi masuk bulan Ramadhan nih. Sejak bulan rajab ada beberapa masyarakat yang berdoa seperti ini "Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban, dan sampaikanlah (umur) kami kepada bulan Ramadhan."
Pada detik-detik menjelang kehadiran bulan Ramadhan, kita seringkali melakukan berbagai seremonial dan acara-acara keagamaan untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan. Ya, itulah yang biasa kita kenal dengan istilah tarhib Ramadhan alias menyambut Ramadhan. Istilah tarhib yang dalam bahasa Indonesia diartikan dengan "menyambut" memiliki makna filosofis yang cukup dalam. Ramadhan yang kita sambut ini berarti sesuatu yang memang kita tunggu-tunggu kehadirannya. Entah bagaimana perasaan kita ketika sedang menunggu saat-saat yang mendebarkan hati? Apalagi sudah ditunggu-tunggu selama sebelas bulan. Sikap tersebut adalah wujud begitu besarnya cinta kita terhadap bulan ini.
Kehadiran bulan Ramadhan yang biasa disemarakkan dalam acara tarhib Ramadhan ini seringkali dimanfaatkan oleh banyak orang sebagai waktu untuk berbenah diri, membersihkan hati dan mempererat kembali tali silahturahim dengan sanak famili. Kebersihan dan kesiapan hati menyambut Ramadhan akan terasa lebih indah jika dicerminkan dari hati yang suci. Karena itu, seringkali kita melakukan persiapan fisik dan mental untuk menyambut bulan puasa selama satu bulan penuh ini.
Penyambutan Ramadhan tidak dilakukan dengan sekadar mengungkapkan rasa bahagia atau gembira saja, melainkan dengan persiapan matang secara fisik dan mental agar kuat dalam menjalankan ibadah spesial selama sebulan penuh itu. Riwayat tentang jaminan bebas neraka karena kegembiraan dalam menyambut bulan Ramadhan sebagaimana yang popular di kalangan kita adalah :
"Siapa yang bergembira karena menyambut datangnya bulan Ramadhan, niscaya Allah haramkan jasadnya dari neraka." Riwayat tersebut hanya dapat dijumpai dalam kita Durratunnasihin, namun tanpa sanad. Sementara itu, untuk bisa menyatakan bahwa hadis tersebut sahih dari nabi Muhammad saw adalah dengan sanad tersebut. Namun ada hadits juga mengatakan disunnahkan untuk mengucapkan selamat datang atas bulan ramadhan ini seperti berikut :
"Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, pemimpin segala bulan, maka selamat datang kepadanya. Telah datang bulan puasa dengan membawa beragam keberkahan, maka alangkah mulianya tamu yang datang itu (HR Tabroni)".
Nah terus dimana hubungannya dengan bulan Al-Qur`an? Ini dia ada dalam Sahih Bukhari diriwayatkan, bahwa kebiasaan sebagian kecil bangsa Quraisy adalah suka mengasingkan diri dalam setahun selama satu bulan. Adalah Nabi Muhammad SAW tertarik untuk mengasingkan diri ke Gua Hiro dengan maksud bertahannus (beribadah). Untuk itu Beliau membawa perbekalan secukupnya. Pada suatu malam ketika Beliau sedang beribadah, tiba-tiba datang Malaikat Jibril membawa wahyu seraya mengatakan, “Bacalah!” “Aku tidak pandai membaca,” jawab Nabi SAW. Kejadian ini diulang tiga kali. Maka pada keempat kalinya Nabi SAW. Dituntut untuk membaca surat Al-`Alaq [96] ayat 1-5
Dalam rangkaian ayat-ayat tentang shaum juga ditegaskan bahwa Ramadhan itu bulan diturunkannya Al-Qur`am. Allah SWT berfirman, “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)” (QS. Al-Baqarah [2]:185).
Berdasarkan ayat di atas, setidaknya ada tiga macam fungsi Al-Qur`an. Pertama Al-Qur`an sebagai petunjuk, dalam pengertian bahwa Al-Qur`an menuntut dan mengarahkan manusia kepada jalan kebenaran menuju kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan di akhirat. Karena itu, dalam setiap rakaat shalat kita memohon kepda Allah supaya ditunjuki kepada jalan yang lurus. Tiada lain jalan yang lurus itu adalah petunjuk dan tuntunan Al-Qur`an. Kalau diibaratkan Al-Qur`an itu cahaya pelita yang kita butuhkan ketika melakukan perjalanan di malam hari yang gelap gulita dan penuh bahaya. Atau seperti rambu-rambu jalan sebagai petunjuk agar dalam melakukan perjalanan dengan selamat sampai tujuan. Maka dalam awal surah Al-Baqarah [2] ditegaskan, “Inilah Al-Qur`an yang tidak ada keraguan di dalamnya menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa” (QS. Al-Baqarah [2]:2).
Kedua, Al-Qur`an sebagai petunjuk itu. Dalam Al-Qur`an banyak ayat yang menjelaskan perkara-perkara secara jelas dan terperinci. Misalnya ketentuan tentang shaum. Dalam rangkaian ayat tentang shaum ini secara gamblang dijelaskan tentang hukum dan pelaksanaannya. Maka tidak ada alasan untuk mengingkari perintah-perintah Allah karena segalanya sudah diatur dengan jelas. Bukan hanya shaum, kewajiban shalat, zakat dan haji pun dijelaskan oleh Al-Qur`an mengenai pelaksanaannya. Kemudian diatur lebih lanjut oleh hadits sebagai teknik pelaksanaannya agar sesuai dengan contoh Rasulullah SAW. Karena itu dalam ayat lain ditegaskan, bahwa Al-Qur`an itu dapat menjelaskan segala perkara sesuai dengan semangat kebenaran. Allah SWT menegaskan, “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur`an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri” (QS. Al-Nahl [16]:89). Maka sangat keliru apabila ada orang yang berpandangan, bahwa Al-Qur`an sudah ketinggalan zaman. Justru Al-Qur`an mengawal perkembangan zaman agar tidak menyimpang dari semangat kebenaran, keadilan dan kesejahteraan.
Ketiga, Al-Qur`an sebagai furqan, pembeda antara hak dan batil. Kebenaran Al-Qur`an adalah kebenaran mutlak karena bersumber dari Dzat Yang Maha Mutlak. Sedangkan kebenaran yang difahami dan disepakati oleh manusia adalah bersifat nisbi (relatif). Oleh karena itu, kita tidak boleh mempertentangkan antara akal dan wahyu. Justru antara keduanya saling membantu, artinya akal manusia bisa membuktikan kebenaran Al-Qur`an. Misalnya sekarang ini, dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat membuktikan isyarat-isyarat ilmiah yang terkandung di dalam Al-Qur`an. Maka dengan tegas Al-Qur`an mengemukakan, “Kebenaran itu adalah dari Tuhan, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu” (QS. Al-Baqarah [2]:147). Jadi Al-Qur`an sebagai furqan itu dapat diartikan sebagai neraca atau timbangan untuk mengukur kebenaran. Maka apabila ada hal-hal yang tidak sesuai dengan timbangan, yang harus diperbaiki itu barangnya bukan timbangannya. Oleh karena itu jika ada perselisihan harus dikembalikan kepada timbangan Al-Qur`an dan As-Sunnah sebagai sumber kebenaran. Allah SWT berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan t`atilah Rasul-Nya dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kebalikaanlah ia kepada Allah (Al-Qur`an) dan Rasul (As-Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akkibatnya” (QS. An-Nisa [4]:59).
Oleh karena itu, selama bulan Ramadhan dianjurkan untuk memperbanyak membaca Al-Qur`an. Apalagi wahyu yang diturunkan pada bulan ramadhan ini, perintah pertamanya adalah membaca (iqra`). Ini membawa pengaruh bahwa selama bulan Ramadhan kita harus rajin tadarrus (mengaji dan mengkaji) Al-Qur`an. Dalam suatu riwayat disebutkan, bahwa selama bulan Ramadhan Malaikat Jibril turun menemui Rasulullah saw untuk tadarus Al-Qur`an sekaligus mengecek hafalan Al-Qur`an yang dimiliki oleh Rasulullah saw. Maka sungguh tepat Allah memilih bulan Ramadhan menjadi bulan diwajibkannya shaum karena merupakan Syahrul Qur`an (bulan diturunkannya Al-Qur`an), demikian komentar Muhammad Ali Ash-Shirbuni dalam Tafsir Ayat Ahkamnya. Dengan demikian, Ramadhan ini harus dijadikan momentum untuk kembali membaca, memahami, mempelajari dan mengamalkan Al-Qur`an dalam segala sendi kehidupan.
Wallahu `alam…

Tidak ada komentar :

Posting Komentar