Menyambut
bulan Al-Qur`an
Oleh
: Juhaenit Zamzami
Alhamdulullah
Sebentar lagi masuk bulan Ramadhan nih. Sejak bulan rajab ada beberapa
masyarakat yang berdoa seperti ini "Ya Allah, berkahilah kami di bulan
Rajab dan Sya'ban, dan sampaikanlah (umur) kami kepada bulan Ramadhan."
Pada
detik-detik menjelang kehadiran bulan Ramadhan, kita seringkali melakukan
berbagai seremonial dan acara-acara keagamaan untuk menyambut datangnya bulan
Ramadhan. Ya, itulah yang biasa kita kenal dengan istilah tarhib Ramadhan alias menyambut Ramadhan. Istilah tarhib
yang dalam bahasa Indonesia diartikan dengan "menyambut" memiliki
makna filosofis yang cukup dalam. Ramadhan yang kita sambut ini berarti sesuatu
yang memang kita tunggu-tunggu kehadirannya. Entah bagaimana perasaan kita
ketika sedang menunggu saat-saat yang mendebarkan hati? Apalagi sudah
ditunggu-tunggu selama sebelas bulan. Sikap tersebut adalah wujud begitu
besarnya cinta kita terhadap bulan ini.
Kehadiran
bulan Ramadhan yang biasa disemarakkan dalam acara tarhib Ramadhan ini
seringkali dimanfaatkan oleh banyak orang sebagai waktu untuk berbenah diri,
membersihkan hati dan mempererat kembali tali silahturahim dengan sanak famili.
Kebersihan dan kesiapan hati menyambut Ramadhan akan terasa lebih indah jika
dicerminkan dari hati yang suci. Karena itu, seringkali kita melakukan
persiapan fisik dan mental untuk menyambut bulan puasa selama satu bulan penuh
ini.
Penyambutan
Ramadhan tidak dilakukan dengan sekadar mengungkapkan rasa bahagia atau gembira
saja, melainkan dengan persiapan matang secara fisik dan mental agar kuat dalam
menjalankan ibadah spesial selama sebulan penuh itu. Riwayat tentang jaminan
bebas neraka karena kegembiraan dalam menyambut bulan Ramadhan sebagaimana yang
popular di kalangan kita adalah :
"Siapa
yang bergembira karena menyambut datangnya bulan Ramadhan, niscaya Allah
haramkan jasadnya dari neraka." Riwayat tersebut hanya dapat dijumpai
dalam kita Durratunnasihin, namun tanpa sanad. Sementara itu, untuk
bisa menyatakan bahwa hadis tersebut sahih dari nabi Muhammad saw adalah dengan
sanad tersebut. Namun ada hadits juga mengatakan disunnahkan untuk mengucapkan
selamat datang atas bulan ramadhan ini seperti berikut :
"Telah
datang kepada kalian bulan Ramadhan, pemimpin segala bulan, maka selamat datang
kepadanya. Telah datang bulan puasa dengan membawa beragam keberkahan, maka
alangkah mulianya tamu yang datang itu (HR Tabroni)".
Nah
terus dimana hubungannya dengan bulan Al-Qur`an? Ini dia ada dalam Sahih
Bukhari diriwayatkan, bahwa kebiasaan sebagian kecil bangsa Quraisy adalah suka
mengasingkan diri dalam setahun selama satu bulan. Adalah Nabi Muhammad SAW
tertarik untuk mengasingkan diri ke Gua Hiro dengan maksud bertahannus (beribadah). Untuk itu Beliau membawa perbekalan
secukupnya. Pada suatu malam ketika Beliau sedang beribadah, tiba-tiba datang
Malaikat Jibril membawa wahyu seraya mengatakan, “Bacalah!” “Aku tidak pandai
membaca,” jawab Nabi SAW. Kejadian ini diulang tiga kali. Maka pada keempat
kalinya Nabi SAW. Dituntut untuk membaca surat Al-`Alaq [96] ayat 1-5
Dalam
rangkaian ayat-ayat tentang shaum juga ditegaskan bahwa Ramadhan itu bulan
diturunkannya Al-Qur`am. Allah SWT berfirman, “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang batil)” (QS. Al-Baqarah [2]:185).
Berdasarkan
ayat di atas, setidaknya ada tiga macam fungsi Al-Qur`an. Pertama Al-Qur`an
sebagai petunjuk, dalam pengertian bahwa Al-Qur`an menuntut dan mengarahkan
manusia kepada jalan kebenaran menuju kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan
di akhirat. Karena itu, dalam setiap rakaat shalat kita memohon kepda Allah
supaya ditunjuki kepada jalan yang lurus. Tiada lain jalan yang lurus itu
adalah petunjuk dan tuntunan Al-Qur`an. Kalau diibaratkan Al-Qur`an itu cahaya
pelita yang kita butuhkan ketika melakukan perjalanan di malam hari yang gelap
gulita dan penuh bahaya. Atau seperti rambu-rambu jalan sebagai petunjuk agar
dalam melakukan perjalanan dengan selamat sampai tujuan. Maka dalam awal surah
Al-Baqarah [2] ditegaskan, “Inilah
Al-Qur`an yang tidak ada keraguan di dalamnya menjadi petunjuk bagi orang-orang
yang bertakwa” (QS. Al-Baqarah [2]:2).
Kedua,
Al-Qur`an sebagai petunjuk itu. Dalam Al-Qur`an banyak ayat yang menjelaskan
perkara-perkara secara jelas dan terperinci. Misalnya ketentuan tentang shaum.
Dalam rangkaian ayat tentang shaum ini secara gamblang dijelaskan tentang hukum
dan pelaksanaannya. Maka tidak ada alasan untuk mengingkari perintah-perintah
Allah karena segalanya sudah diatur dengan jelas. Bukan hanya shaum, kewajiban
shalat, zakat dan haji pun dijelaskan oleh Al-Qur`an mengenai pelaksanaannya.
Kemudian diatur lebih lanjut oleh hadits sebagai teknik pelaksanaannya agar
sesuai dengan contoh Rasulullah SAW. Karena itu dalam ayat lain ditegaskan,
bahwa Al-Qur`an itu dapat menjelaskan segala perkara sesuai dengan semangat
kebenaran. Allah SWT menegaskan, “Dan
Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur`an) untuk menjelaskan segala sesuatu
dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”
(QS. Al-Nahl [16]:89). Maka sangat keliru apabila ada orang yang berpandangan,
bahwa Al-Qur`an sudah ketinggalan zaman. Justru Al-Qur`an mengawal perkembangan
zaman agar tidak menyimpang dari semangat kebenaran, keadilan dan
kesejahteraan.
Ketiga,
Al-Qur`an sebagai furqan, pembeda antara hak dan batil. Kebenaran Al-Qur`an
adalah kebenaran mutlak karena bersumber dari Dzat Yang Maha Mutlak. Sedangkan
kebenaran yang difahami dan disepakati oleh manusia adalah bersifat nisbi
(relatif). Oleh karena itu, kita tidak boleh mempertentangkan antara akal dan
wahyu. Justru antara keduanya saling membantu, artinya akal manusia bisa membuktikan
kebenaran Al-Qur`an. Misalnya sekarang ini, dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dapat membuktikan isyarat-isyarat ilmiah yang
terkandung di dalam Al-Qur`an. Maka dengan tegas Al-Qur`an mengemukakan, “Kebenaran itu adalah dari Tuhan, sebab itu
jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu” (QS. Al-Baqarah
[2]:147). Jadi Al-Qur`an sebagai furqan itu dapat diartikan sebagai neraca atau
timbangan untuk mengukur kebenaran. Maka apabila ada hal-hal yang tidak sesuai
dengan timbangan, yang harus diperbaiki itu barangnya bukan timbangannya. Oleh
karena itu jika ada perselisihan harus dikembalikan kepada timbangan Al-Qur`an
dan As-Sunnah sebagai sumber kebenaran. Allah SWT berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah
Allah dan t`atilah Rasul-Nya dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kebalikaanlah ia kepada Allah
(Al-Qur`an) dan Rasul (As-Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akkibatnya” (QS. An-Nisa [4]:59).
Oleh
karena itu, selama bulan Ramadhan dianjurkan untuk memperbanyak membaca
Al-Qur`an. Apalagi wahyu yang diturunkan pada bulan ramadhan ini, perintah
pertamanya adalah membaca (iqra`).
Ini membawa pengaruh bahwa selama bulan Ramadhan kita harus rajin tadarrus
(mengaji dan mengkaji) Al-Qur`an. Dalam suatu riwayat disebutkan, bahwa selama
bulan Ramadhan Malaikat Jibril turun menemui Rasulullah saw untuk tadarus
Al-Qur`an sekaligus mengecek hafalan Al-Qur`an yang dimiliki oleh Rasulullah
saw. Maka sungguh tepat Allah memilih bulan Ramadhan menjadi bulan
diwajibkannya shaum karena merupakan Syahrul
Qur`an (bulan diturunkannya Al-Qur`an), demikian komentar Muhammad Ali
Ash-Shirbuni dalam Tafsir Ayat Ahkamnya.
Dengan demikian, Ramadhan ini harus dijadikan momentum untuk kembali membaca,
memahami, mempelajari dan mengamalkan Al-Qur`an dalam segala sendi kehidupan.
Wallahu
`alam…
Tidak ada komentar :
Posting Komentar