Sebelumnya aku mau mohon maaf yah untuk mas juned coz skripsinya joli save di blog ini...
EFEKTIFITAS PENGGUNAAN METODE HYPNOTEACHING
UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(PAI) DI SMPN 1 SUMBER KABUPATEN CIREBON
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu
Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan
Islam ( S.Pd.I )
pada Jurusan Tarbiyah Program
Studi Pendidikan Agama Islam
Oleh :
JUNAEDI AFDILA
NIM : 2008.09.00446
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
STAI BUNGA BANGSA CIREBON
2012
BAB
II
TINJAUAN
TEORETIS
A. Metode Pembelajaran
1.
Pengertian Metode Pembelajaran
Banyak cara untuk mendefinisikan kata metode. Dalam bahasa
Inggris ada kata way dan ada kata method. Dua kata ini sering
diterjemahkan cara dalam bahasa Indonesia. Sebenarnya yang lebih layak
diterjemahkan cara adalah kata way itu, bukan kata method.
Menurut Ahmad Tafsir (1995 : 9), metode ialah istilah yang
digunakan untuk mengungkapkan pengertian cara yang paling tepat dan cepat dalam
melakukan sesuatu. Karena metode berarti cara yang paling tepat dan cepat, maka
urutan kerja dalam suatu metode harus diperhitungkan benar-benar secara ilmiah.
Karena itulah suatu metode selalu merupakan hasil eksperimen.
Dalam penggunaan metode terkadang guru harus menyesuaikan
dengan kondisi dan suasana kelas. Jumlah anak akan mempengaruhi penggunaan
metode. Tujuan instruksional adalah pedoman yang mutlak dalam pemilihan metode.
Dalam perumusan tujuan, guru perlu merumuskannya dengan jelas dan dapat diukur.
Dengan begitu mudahlah bagi guru menentukan metode yang bagaimana yang dipilih
guna menunjang pencapaian tujuan yang telah dirumuskan tersebut.
Pembelajaran pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan
yang dilaksanakan oleh guru sebagai pendidik dan siswa sebagai anak didik dalam
kegiatan pengajaran dengan menggunakan sarana dan fasilitas pendidikan yang ada
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Wina Sanjaya (2006
: 80) menjelaskan bahwa dalam dokumen
KBK, kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar mengajar sering
diistilahkan dengan istilah pembelajaran. Dari istilah di atas bisa ditarik
kesimpulan bahwa pengertian pembelajaran adalah proses kegiatan belajar
mengajar yang dilakasanakan oleh pendidik dan peserta didik demi tercapainya
tujuan pendidikan.
Menurut Wina
Sanjaya (2006 : 87) ada tiga tahapan yang harus dilakukan guru dalam proses
pembelajaran yaitu persiapan/perencanaan, pelaksanaan, dan tahap
penilaian/evaluasi.
a.
Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan
pengajaran adalah suatu penerapan yang rasional dari analisis sistematis proses
perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif dan
efisien sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para murid dan masyarakatnya.
Pada tahap
persiapan atau perencanaan ini seorang guru harus mempunyai persiapan sebelum
proses pembelajaran berlangsung agar proses pembelajaran yang dilaksanakan
tersebut dapat berjalan secara efektif dan efisien dan dapat diberikan sesuai
dengan waktu yang tersedia.
Seorang guru
yang akan mengajarkan pelajaran harus memikirkan hal-hal apa yang harus dilakukan serta menuangkannya secara tertulis
dalam perencanaan pembelajaran yang
dimulai dengan merumuskan program tahunan, program semester, analisis materi
pelajaran, pengembangan silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, program
remedial dan program pengayaan. Kemudian merumuskan bahan pelajaran yang akan
diajarkan. Bahan pelajaran tersebut harus diatur agar memberi motivasi pada siswa
untuk aktif dalam belajar.
Setelah proses
pembelajaran ditetapkan dan diurutkan secara sistematis sehingga memberi
peluang adanya kegiatan belajar bersama atau perorangan. Penggunaan metode
mengajar diusahakan dan dipilih oleh guru agar menumbuhkan semangat siswa.
Perumusan perencanaan pembelajaran yang terakhir tentang penilaian yang terdiri
dari sejumlah pertanyaan yang problematis, sehingga menuntut siswa untuk
berpikir secara optimal dan jika perlu diberikan tugas-tugas yang harus
dikerjakan di kelas atau di rumah.
b. Pelaksanaan
Pembelajaran
Pelaksanaan
pembelajaran merupakan tahapan yang kedua dilaksanakan oleh guru dalam proses
pembelajaran. Dalam melaksanakan pengajaran hendaknya guru bepedoman pada
persiapan yang dibuat dalam bentuk perencanaan pembelajaran. Pelaksanaan
pembelajaran adalah terjadinya interaksi
antara guru dan anak didik serta bahan pelajaran sebagai perantara. Oleh sebab
itu dalam proses pembelajaran ini peranan guru merupakan pengendali, pengatur
dan pengontrol kegiatan pembelajaran.
Dalam
pelaksanaan pembelajaran ada tiga tahapan yang harus dilakukan guru, yaitu
tahap pra instruksional, tahap instruksional dan tahap evaluasi atau tindak
lanjut:
c. Penilaian
Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar merupakan
bagian integral dalam proses pembelajaran. Karena itu harus dilakukan oleh
setiap guru sebagai bagian dari tugasnya. Secara umum penilaian hasil belajar
merupakan evaluasi hasil belajar dimaksudkan untuk melihat sejauh mana kemajuan
belajar siswa dalam program pendidikannya yang telah dilaksanakan. Untuk itu
diperlukan alat evaluasi yang disusun menurut langkah kerja yang teratur.
Dengan demikian keberhasilan
belajar para siswa hanya dapat diketahui dengan evaluasi yang dilakukan oleh
guru. Dalam menilai hasil belajar siswa ada beberapa macam evaluasi diantaranya
adalah:
1)
Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif adalah penilaian
yang dilakukan guru setelah satu pokok bahasan selesai dipelajari oleh siswa
dengan kata lain penilaian pada akhir rencana pelaksanaan pembelajaran.
Penilaian ini berfungsi untuk mengetahui sejauh mana ketercapaian indikator
yang telah ditentukan dalam setiap rencana pelaksanaan pembelajaran.
2)
Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif adalah penilaian yang
diselenggarakan oleh guru setelah satu jangka waktu tertentu yaitu pada akhir
catur wulan atau akhir semester. Penilaian seperti ini berguna untuk memperoleh
informasi tentang keberhasilan belajar siswa yang dipakai sebagai masukan utama
untuk menentukan nilai rapor.
Karena yang penulis akan teliti adalah tentang metode untuk
meningkatkan prestasi dari suatu proses pembelajaran yang akan disampaikan oleh
guru kepada peserta didik agar dapat memiliki pengalaman dan motivasi yang baru dan akan terciptanya pembelajaran yang
aktif dan efektif, sehingga akan terjadi meningkatnya prestasi belajar siswa
ketika proses pembelajaran sedang berlangsung ataupun telah dilaksanakan.
2.
Macam-macam Metode
Penggunaan metode yang monoton akan menjadikan siswa merasa
jenuh. Untuk mengatasi kejenuhan tersebut, guru harus memiliki kreatifitas dan
kepekaan terhadap situasi dan kondisi di kelas untuk menentukan metode apa yang
akan digunakan. Menurut syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2010 : 82) ada
beberapa macam metode dalam mengajar yaitu:
a. Metode
Proyek
Metode
proyek atau unit adalah cara penyajian pelajaran yang bertitik tolak dari suatu
masalah, kemudian dibahas dari berbagai segi yang berhubungan sehingga
pemecahannya secara keseluruhan dan bermakna.
b. Metode
Eksperimen
Metode
eksperimen (percobaan) adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa melakukan
percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari.
c. Metode
Tugas dan Resitasi
Metode
resitasi (penugasan) adalah metode penyajian bahan di mana guru memberikan
tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar.
d. Metode
Diskusi
Metode
diskusi adalah cara penyajian pelajaran, di mana para siswa dihadapkan kepada
suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat
problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama.
e. Metode
Sosiodrama
Metode
sosiodrama dan role playing dapat
dikatakan sama artinya, dan dalam pemakaiannya sering disilihgantikan.
f. Metode
Demonstrasi
Metode
demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan meragakan atau
mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, atau bebda tertentu yang
sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan, yang sering disertai
penjelasan lisan.
g. Metode
Problem Solving
Metode problem solving (metode pemecahan
masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu
metode berpikir, sebab dalam metode ini dapat menggunakan metode-metode lainnya
yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
h. Metode
Karyawisata
Metode
karyawisata adalah cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajar siswa ke
suatu tempat atau obyek tertentu di luar sekolah untuk mempelajari/menyelidiki
sesuatu.
i. Metode
Tanya Jawab
Metode
tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus
dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada
guru.
j. Metode
Latihan
Metode
latihan yang disebut juga metode training,
merupakan suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan
yang baik.
k. Metode
Ceramah
Metode
ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode tradisional, karena sejak
dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru
dengan anak didik dalam proses belajar mengajar.
Adapun beberapa metode yang terkandung di dalam al-Qur’an, menurut
Moh. Sholeh (2010) antara lain :
a. Mau’izhah
Metode demikian
ditemukan pada diri Luqman yang mana anak dan istrinya dalam keadaan kafir.
Oleh karenanya, Luqman menasehatinya sehingga keduanya beriman.
b. Dialog
Metode
ini dapat dipahami sebagai jalan untuk membuka jalur informasi antara pendidik
dengan peserta didik.
c. Prenatal-posnatal
Metode
ini dipahami pada interaksi pendidikan Ayarkha Hanna terhadap Maryam dan Nabi
Zakariya terhadap Yahya. Usaha-usaha untuk mendapatkan anak saleh dilakukan
melalui do'a dan nazar. Berkali-kali Zakariya berdo'a dengan uslub yang
berbeda-beda menunjukkan kesungguhannya dalam memohon anak disaat usianya
sendiri tua dan istrinya mandul. Demikian Hanna berazam untuk memiliki anak
yang saleh, kemudian Allah mengabulkan dengan kelahiran Nabi Yahya.
d. Problem
Solving
Metode ini
terlihat dalam interaksi Adam dengan Qabil dan Habil, serta interaksi Nabi
Ya'qub dengan putra-putranya (nabi Yusuf dengan saudaranya). Pendidikan Nabi
Adam terhadap anaknya yang sedang bertikai memperebutkan pasanganya. Meskipun
pada akhirnya tidak tercapai sasaran yang dimaksud agar terjadi perdamaian
antara keduanya. Demikian yang dilakukan Nabi Ya'qub yang dilakukan terhadap
saudara-saudara Yusuf untuk memberi solusi atas konflik internal keluarganya.
e.
Bantah-bantahan (al-mujadalah)
Sebenarnya
metode ini hampir sama dengan teknik diskusi, hanya saja teknik ini diikuti
oleh pesereta yang heterogen, yang mungkin berbeda idiologis, agama, prinsip,
filsafat hidup atau perbedaan-perbedaan lainya.
f.
Metafora (al-amtsal)
Alamtsal
adalah perumpamaann baik berupa ungkapan, gerak, maupun melalui
gambar-gambar. Dalam konteks pendidikan Islam, metode ini lebih mengarah kepada
perumpamaann dalam segi ungkapan belaka
g. Imitasi
(al-qudwah)
Metode ini
dilakukan dengan menampilkan seperangkat teladan bagi diri pendidik untuk
peserta didik melalui komunikasi interaksi di dalam kelas maupun di luar kelas.
Sehingga tuntutan pendidik tidak hanya berceramah, berkhatbah, atau berdiskusi.
Tetapi lebih penting lagi, mengamalkan semua ajaran yang telah dimengerti,
sehingga peserta didik dapat meniru dan mencontohnya.
h. Pemberian
hukuman dan ganjaran
Muhammad
Quthub mengatakan bila keteladanan dan pembiasaan tidak mampu, maka pada waktu
itu harus diadakan tindakan tegas yang dapat meletakkan persoalan pada tempat
yang benar, sebagai bentuk kelanjutan dari proses pengarahan dan bimbingan
terhadap anak didik ke arah perkembangan yang lebih baik dan terarah, tindakan
tegas itu adalah hukuman.
Dari beberapa metode di atas, kesemuanya memiliki
kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sekali lagi guru dituntut untuk
memiliki kreatifitas dan kepekaan untuk menentukan metode apa yang akan
digunakan demi tercapainya tujuan pendidikan.
3.
Fungsi Metode
Fungsi metode secara umum dapat dikemukakan sebagai pemberi
jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dari ilmu
pendidikan tersebut. Sedangkan dalam konteks lain metode dapat merupakan sarana
untuk menemukan, menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan
disiplin ilmu. Dari dua pendekatan tersebut dapat dilihat pada intinya metode
berfungsi mengantarkan pada suatu tujuan objek sasaran tersebut. Oleh karena
itu terdapat suatu prinsip yang umum dalam memfungsikan metode, yaitu suatu
prinsip agara pengajaran dapat disampaikan dalam suasana yang menyenangkan, menggembirakan,
penuh dorongan dan motivasi, sehingga pelajaran atau materi didikan itu dapat
dengan mudah diberikan.
Dalam Al-Qur’an sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini,
metode dikenal sebagai sarana yang menyampaikan seseorang kepada tujuan
penciptaannya sebagai khalifah di muka bumi dengan melaksanakan
pendekatan di mana manusia ditempatkan sebagai makhluk yang memiliki potensi
rohaniah dan jasmaniah yang keduanya dapat digunakan saluran penyampaian materi
pelajaran. Karenanya terdapat suatu prinsip umum dalam memfungsikan metode,
yaitu prinsip agar pengajaran dapat disampaikan dalam suasana menyenangkan,
menggembirakan, penuh dorongan, dan motivasi, sehingga pelajaran atau materi
didikan itu dapat dengan mudah diberikan. Banyaknya metode yang ditawarkan para
ahli sebagaimana dijumpai dalam buku-buku kependidikan lebih merupakan usaha
mempermudah atau mencari jalan paling sesuai dengan perkembangan jiwa anak
dalam menerima pelajaran.
Dalam menyampaikan materi pendidikan kepada peserta didik
sebagaimana disebutkan di atas perlu ditetapkan metode yang didasarkan kepada
pandangan dalam menghadapi manusia sesuai dengan unsur penciptaannya, yaitu
jasmani, akal, dan jiwa yang dengan mengarahkannya agar menjadi orang yang
sempurna. Karena itu materi-materi pendidikan yang disajikan oleh Al-Qur’an
senantiasa mengarah kepada pengembangan jiwa, akal, dan jasmani manusia itu,
hingga dijumpai ayat yang mengaitkan keterampilan dengan kekuasaan Tuhan, yaitu
ayat yang berbunyi :
(وَمَا
رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللهَ رَمَى … (الانفال : ۱٧
“Dan
bukanlah kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang
melempar.” (QS. Al-Anfal [8]:17).
(Depag RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, 1974 :
180)
4.
Tujuan Metode
Metode yang dipilih oleh pendidik tidak boleh bertentangan
dengan tujuan pembelajaran. Metode harus mendukung kemana kegiatan interaksi
edukatif berproses guna mencapai tujuan. Tujuan pokok pembelajaran adalah
mengembangkan kemampuan anak secara individu agar bisa menyelesaikan segala
permasalahan yang dihadapinya. Menurut Dr. Sayyid Ibrahim Al-Jabar yang
dikutip dari
http://pinarac.wordpress.com mengatakan
:
“Sesungguhnya
tujuan pokok pendidikan haruslah dapat memberikanrangsangan kuwat untuk
pengembangan kemampuan individu dalam upaya mengatasi semua permasalahan baru
yang muncul serta dapat mencari terobosan-terobosan solusi alternatif dalam
menghadapinya”.
Dipilihnya beberapa metode tertentu dalam suatu
pembelajaran bertujuan untuk memberi jalan atau cara sebaik mungkin bagi
pelaksanaan dan kesuksesan operasional pembelajaran. Sedangkan dalam konteks
lain, metode dapat merupakan sarana untuk menemukan, menguji dan menyusun data
yang diperlukan bagi pengembangan disiplin suatu ilmu. Dalam hal ini metode bertujuan
untuk lebih memudahkan proses dan hasil pembelajaran sehingga apa yang telah
direncanakan bisa diraih dengan sebaik dan semudah mungkin.
Dari pemaparan di atas tadi agar dapat dilihat bahwa pada
intinya metode bertujuan mengantarkan sebuah pembelajaran kearah tujuan
tertentu yang ideal dengan tepat dan cepat sesuai yang diinginkan. Oleh karena
itu, terdapat suatu prinsip yang umum dalam memfungsikan metode yaitu prinsip
agar pembelajaran dapat dilaksanakan dalam suasana menyenangkan, mengembirakan
penuh dorongan dan motivasi sehingga materi pembelajaran itu menjadi lebih
mudah untuk diterima oleh peserta didik.
B. Hypnoteaching
1.
Pengertian Hypnoteaching
Pengertian hypnoteaching apabila dipisahkan menurut
suku katanya berasal dari kata hypnos dan teaching. Secara
bahasa Kata hipnosis berasal dari
bahasa Yunani Hypnos yang artinya
tidur dalam keadaan trance. Tidur
hipnosis tidak sama dengan tidur biasa. Tidur saat terhipnosis, pikiran
seseorang berada dalam keadaan sangat fokus dan dapat mendengar kata-kata atau
sugesti penghipnosis dengan jelas. Selain itu juga bisa berbicara dan bergerak
mengikuti kamauan orang yang menghipnosisnya. Sedangkan secara istilah hypnos/hypnosis
adalah seni eksplorasi alam bawah sadar. Teaching berarti pembelajaran.
Dari penjelasan di atas, Iis Holiah (2012) menyimpulkan pengertian hypnoteaching sebagai berikut:
“hypnoteaching
adalah penggunaan atau pemanfaatan hypnosis untuk kepentingan pembelajaran”.
Menurut Ibnu hajar (2011 : 75) hypnoteaching
adalah seni berkomunikasi dengan jalan memberikan sugesti agar para siswa
menjadi lebih cerdas. Sugesti yang diberikan adalah sugesti yang positif
yang berhubungan dengan pembelajaran.
Sudah banyak
penelitian dilakukan yang mencobakan teknik hipnosis dalam pembelajaran. Satu
di antaranya adalah penelitian Prof. Charles R. Elliot yang dikenal dengan
“Metode Tidur dan Belajar”. Dalam metode ini piringan hitam/ rekaman berisi
sugesti positif, diputar di bawah bantal, saat siswa tidur, tiap malam dalam
waktu satu bulan. Hasilnya sangat mengagumkan. Saat siswa di sekolah diberi
pelajaran yang sama dengan materi di piringan hitam, siswa tersebut mampu
mempelajarinya dengan cepat dibanding siswa yang tidak mendapat “perlakuan” (Iis Holiah : 2012).
Dalam hypnoteaching, sebagaimana yang terjadi pada
hipnotis umumnya, penyajian materi pelajarannya menggunakan bahasa-bahasa bawah
sadar yang menimbulkan sugesti siswa untuk berkonsentrasi secara penuh pada
ilmu yang disampaikan oleh guru.
Kenapa harus alam bawah sadar? Sebab, alam bawah sadar
lebih besar dominasinya terhadap cara kerja otak.
Setia I. Rusli dalam bukunya The
Secret of Hypnosis tahun 2009
menguraikan mengapa manusia bisa dihipnosis. Hal ini erat kaitannya dengan cara
kerja otak manusia. Karena hipnosis itu merupakan: seni eksplorasi alam bawah
sadar, seni komunikasi verbal (mempengaruhi orang lain), seni sugesti, dan
kondisi kesadaran meningkat, maka hal ini
terkait sekali dengan cara kerja otak manusia.
Manusia memiliki 2 buah otak,
yaitu otak besar (otak kanan) dan otak kecil (otak kiri). Fungsi otak besar
(otak kanan) adalah menyimpan memori visual, pengalaman, seni, kreativitas,
kepercayaan, sugesti, dan imajinasi. Fungsi otak kecil atau otak kiri adalah mencerna
hal-hal yang dianggap sebagai logika atau analisis, seperti urutan angka dan
abjad, siang dan malam, serta hal logis
lainnya.
Gambar 2.1
Cara Kerja Otak
Manusia
Model:
Setia I. Rusli, 2009
Dari Gambar di atas bisa
dilihat tentang cara kerja otak manusia. Kemampuan otak kiri hanya 12% dari
total fungsi otak. Sedangkan otak kanan 88%. Jika fungsi otak kanan digunakan
secara maksimal, maka manusia itu akan menjadi orang yang kreatif dan genius.
Salah satu sifat otak kanan adalah netral, yaitu selalu menerima input serta
merekamnya dalam memori. Artinya, otak concious akan merekam segala hal yang positif atau negatif, baik
atau buru, sebelum disaring di otak kiri dan dicerna kebenarannya. Dalam otak subconcious (bawah sadar) tersimpan
semua ingatan, kebiasaan, kepribadian, citra diri, dan pikiran atau imajinasi.
2.
Peranan Hypnoteaching bagi Pembelajaran
Peran guru sangatlah penting dalam membina watak anak
bangsa melalui pendidikan. Guru harus menyadari betapa semua tindakan yang
dilakukannya di kelas akan berimbas pada perilaku siswa di lapangan. Oleh
karena itu, guru harus malakukan tindakan yang cerdas dalam mengontrol dan
mempengaruhi perilaku mereka.
Guru yang mengajar dengan semangat dan antusias akan
memberikan pengaruh positif kepada para siswanya. Guru juga perlu memperhatikan
emosi dan psikologis siswa, sehingga suasana belajar menjadi menyenangkan. Pada
dasarnya, guru yang berkualitas akan berusaha meningkatkan prestasi para
siswanya. Sebaliknya, guru yang tidak peduli akan menciptakan ketakutan
terhadap kegiatan belajar, sehingga membuat para siswa tidak menyukai pelajaran
tertentu.
Kebanyakan guru kurang berinteraksi dengan para siswanya.
Hal itu mengakibatkan konsentrasi mereka terhadap materi pelajaran tidak
maksimal. Untuk itu, perlu dilakukan pendekatan alternatif dalam kegiatan
belajar mengajar, salah satunya adalah melalui konsep hypnoteaching.
Adapun beberapa peraturan yang diterapkan dalam hypnoteaching antara
lain semua siswa harus terlibat aktif di kelas, melakukan semua perintah dengan
cepat dan membuat mereka dalam suasana yang menyenangkan.
Suasana kelas yang menyenangkan dan siswa mampu memahami
pelajaran dengan maksimal merupakan tolok ukur efektivitas dalam kegiatan
belajar mengajar di sekolah. Di sisi lain, kompetensi dan komunikasi guru
merupakan salah satu penentu terciptanya pengajaran yang efektif di kelas. Oleh
karena itu, guru yang berkualitas harus menguasai materi dan memahami metode
komunikasi dengan siswanya.
3.
Prinsip dalam Pelaksanaan Hypnoteaching
Pembelajaran dengan menggunakan hipnotis tentu saja berbeda
dengan model pembelajaran lainnya, sehingga terdapat beberapa hal yang harus
dibedakan dalam pelaksanaannya. Hal ini dilakukan supaya pelaksanaan
pembelajaran dengan model hypnoteaching bisa
berjalan efektif dan mendapatkan hasil yang maksimal. Adapun beberapa langkah
yang perlu dilakukan oleh guru agar bisa mencapai tujuan pembelajaran dengan
baik adalah sebagai berikut:
a.
Mengidentifikasi terlebih dahulu kebutuhan siswa.
b.
Merencanakan pembelajaran dengan mengaitkan media
hipnotis, seperti suara, gambar, tulisan, gerak dan simbol-simbol.
c.
Memulai mengajar sesuai dengan rencana yang telah
dibuat, seperti melakukan induksi (cara untuk masuk dalam keadaan fokus).
d.
Melakukan afirmasi (menyatakan sesuatu yang positif
tentang diri sendiri) sebagai bahan untuk memunculkan gagasan dari siswa.
e.
Melakukan visualisasi sebagai sarana agar siswa dapat
memproduksi gagasan sebanyak-banyaknya berkaitan dengan topik pembelajaran hari
itu.
f.
Melakukan evaluasi.
g.
Sebelum pembelajaran berakhir, lakukan refleksi tentang
sesuatu yang dialami oleh siswa.(Ibnu Hajar 2011 : 118)
4.
Metode Pembelajaran Hypnoteaching
Salah satu unsur
hipnotis dalam proses pembelajaran adalah menggunakan alat peraga atau
mengeluarkan ekspresi diri, jika perlu seluruh anggota badan dapat digerakkan.
Adapun salah satu keberhasilan metode hypnoteaching adalah menggunakan
teknik cerita dan kisah tentang orang-orang sukses sebagai upaya untuk
memotivasi siswa. Adapun beberapa metode dalam pembelajaran hypnoteching tersebut
adalah:
a.
Semua siswa dipersilakan duduk dengan rileks.
b.
Kosongkan pikiran untuk sesaat.
c.
Tarik napas panjang melalui hidung, lalu hembuskan
lewat mulut.
d.
Lakukan terus secara berulang dengan pernapasan yang
teratur.
e.
Berikan sugesti pada setiap tarikan napas supaya badan
terasa rileks.
f.
Lakukan terus-menerus dan berulang, kata-kata sugesti
yang akan membuat suyet nyenyak dan
tertidur.
g.
Perhatikan posisi kepala dari semua suyet. Bagi yang sudah tertidur, akan
tampak tertunduk atau leher tidak mampu menahan beratnya kepala.
h.
Selanjutnya, berikan sugesti positif, seperti fokus
pada pikiran,peka terhadap pendengaran, fresh
otak dan pikiran serta kenyamanan pada seluruh badan.
i.
Jika dirasa sidah cukup, bangunkan suyet secara
bertahap dengan melakukan hitungan 1 – 10. Maka pada hitungan ke 10, semua
suyet akan tersadar dalam kondisi segar bugar.
5.
Kelebihan dan Hambatan dalam pelaksanaan Hypnoteaching
a.
Kelebihan
Adapun beberapa
kelebihan hypnoteaching dalam kegiatan belajar mengajar menurut Ibnu
Hajar (2011 : 82) adalah:
1)
Proses belajar
mengajar lebih dinamis dan ada interaksi yang baik antara guru dan siswanya.
2)
Siswa
dapat berkembang sesuai dengan bakat dan
minatnya masing-masing.
3)
Proses
pemberian keterampilan banyak diberikan dalam hypnoteaching.
4)
Proses
pembelajaran dalam hypnoteaching lebih beragam.
5)
Siswa
dapat dengan mudah menguasai materi karena termotivasi untuk belajar.
6)
Pembelajaran
bersifat aktif.
7)
Pemantauan
terhadap siswa lebih itensif.
8)
Siswa
lebih dapat berimajinasi dan berpikir kreatif.
9)
Siswa
akan melakukan pembelajaran dengan senang hati.
10) Daya serap lebih cepat dan bertahan lama
karena siswa tidak menghafal pelajaran.
11) Siswa akan berkonsentrasi penuh terhadap
materi pelajaran yang diberikan oleh guru.
b. Hambatan
Dalam hal ini,
menurut Ibnu Hajar (2011 : 83) terdapat beberapa hambatan untuk menerapkan
metode hypnoteaching dalam kegiatan belajar mengajar, di antaranya
sebagai berikut :
1) Metode hypnoteaching belum banyak
digunakan oleh para pendidik di Indonesia, sehingga penggunaan metode ini
justru dipandang aneh oleh sebagian kalangan, terutama orang-orang yang belum
sepenuhnya menyadari akan pentingnya peran hypnoteaching dalam
mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar. Hal tersebut lebih diperparah lagi
oleh adanya anggapan bahwa hipnotis adalah suatu hal yang negatif dan
merugikan.
2) Banyaknya siswa yang ada dalam sebuah kelas
menyebabkan kurangnya waktu dari pendidik untuk memberikan perhatian satu per
satu kepada mereka.
3) Hypnoteaching tidak memandang kuantitas, namun kualitas, sehingga menyebabkan terjadinya
kekacauan terutama dalam masalah pembagian dan efektivitas ruangan. Namun,
tentu saja hal ini masih bisa diatasi oleh pihak sekolah dengan mempersiapkan
dan memikirkan segala hal yang diperlukan sebelum pelaksanaan dimulai.
4) Meskipun hypnoteaching mempunyai
manfaat besar, namun tidak bisa dipungkiri bahwa hal ini bukanlah sesuatu yang
instan. Sehingga, pelatihan yang dilakukan secara berulang-ulang sangat mungkin
dilakukan untu mendapatkan hasil yang lebih maksimal.
5) Perlu pembelajaran agar pendidik bisa
melakukan hypnoteaching. Sebab, pada dasarnya, tidak semua pendidik,
baik guru, dosen, maupun praktisi pendidikan lainnya menguasai metode ini. Jika
tidak, informasi mengenai hypnoteaching hanya akan menjadi wacana bagi mereka.
6) Walaupun saat ini sudah banyak edaran di
internet tentang adanya pelatihan hypnoteaching, namun biayanya sangat tinggi, sehingga
menambah kesulitan bagi pendidik.
7) Meskipun diantara para pendidik ada yang
berani, bahkan sudah melakukan dan mengikuti pelatihan hypnoteaching, tetapi masih dalam jumlah yang sangat sedikit.
8) Kurangnya sarana dan prasarana yang ada di
sekolah untuk menunjang pelaksanaan metode hypnoteaching.
9) Jarang sekali siswa menggunakan penalaran
logis yang lebih tinggi, seperti kemampuan membuktikan atau memperlihatkan
suatu konsep. Di samping itu, kebanyakan siswa juga masih pasif saat kegiatan
belajar mengajar.
C.
Prestasi Belajar
1. Pengertian prestasi belajar
Prestasi adalah suatu hasil dari
proses pembelajaran yang dapat dilihat dengan evaluasi yang dilakukan oleh
guru. Adapun definisi evaluasi adalah penilaian terhadap keberhasilan siswa
mencapai tujuan yang telah diterapkan dalam sebuah program. Padanan kata
evaluasi adalah assessment yang berarti proses penilaian untuk
menggambarkan prestasi yang dicapai seorang siswa sesuai kriteria yang
ditetapkan.
Adapun tujuan, fungsi dan ragam
evaluasi menurut Muhibbin Syah ( 1995 : 94 ) sebagai berikut :
a. Tujuan Evaluasi
Evaluasi yang berarti pengungkapan
dan pengukuran hasil belajar, pada dasarnya merupakan proses penyusunan
deskripsi siswa, kuantitatif maupun kualitatif. Namun perlu penyusun kemukakan,
bahwa kebanyakan pelaksanaan evaluasi cenderung bersifat kuantitatif, lantaran
penggunaan angka atau skor untuk menentukan kualitas keseluruhan kinerja
akademik siswa dianggap sangat biasa. Walaupun seperti itu, guru yang
professional berusaha mencari kiat evaluasi yang lugas, tuntas dan meliputi
seluruh kemampuan ranah cipta, rasa dan karsa siswa.
Adapun tujuan evaluasi sebagai
berikut :
1) Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah
dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu.
2) Untuk mengetahui posisi atau kedudukan
seorang siswa dalam kelompok kelasnya.
3) Untuk mengetahui tingkat usaha yang
dilakukan siswa dalam belajar.
4) Untuk mengetahui sejauh mana siswa telah
kapasitas kognitifnya (kemampuan kecerdasan yang dimiliki) untuk keperluan
belajar.
5) Untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil
guna metode mengajar yang telah digunakan guru dalam proses belajar mengajar
(PBM).
Adapun
tujuan evaluasi menurut Aunurrahman ( 2009 : 209 ) sebagai berikut :
Secara
umum evaluasi bertujuan untuk melihat sejauh mana suatu program atau kegiatan
tertentu dapat tercapai tujuan yang telah ditentukan secara spesifik. Evaluasi
memiliki banyak tujuan, terdapat beberapa alasan mengapa evaluasi harus
dilakukan. :
1. Memperkuat kegiatan belajar
2. Menguji pemahaman dan kemampuan siswa
3. Memastikan pengetahuan prasyarat yang sesuai
4. Mendukung terlaksananya kegiatan
pembelajaran
5. Motivasi siswa
6. Memberi umpan balik bagi siswa
7. Memberi umpan balik bagi guru
8. Memelihara standar mutu
9. Mencapai kemajuan proses dan hasil belajar
10. Memprediksi kinerja pembelajaran selanjutnya
11. Menilai kualitas belajar
b. Fungsi Evaluasi
Di samping memiliki tujuan, evaluasi
belajar juga memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut :
1) Fungsi promosi untuk menetapkan kenaikan dan
kelulusan.
2) Fungsi diagnostik untuk mengidentifikasi
kesulitan belajar siswa dan merencanakan program remedial teaching (pengajaran
perbaikan)
3) Sumber data BP untuk memasok data siswa
tertentu yang memerlukan bimbingan dan penyuluhan (BP).
4) Bahan pertimbangan pengembangan pada masa
yang akan dating yang mengikuti perkembangan kurikulum, metode dan alat-alat
PBM.
Selain
memiliki fungsi-fungsi di atas, evaluasi juga mengandung fungsi psikoogis yang
cukup signifikan bagi siswa maupun bagi guru dan orang tuanya. Bagi siswa,
penilaian guru merupakan alat bantu untuk mengatasi kekurangmampuan atau
ketidakmampuannya dalam menilai kemampuan dan kemajuan diri sendirinya, siswa
memiliki kesadarannya yang lugas mengenai eksistensi kemampuan akalnya sendiri
( Mulcahy et al : 1991 ). Dengan demikian, siswa diharapkan mampu menentukan
posisi dan statusnya secara tepat diantara teman-teman dan masyarakatnya
sendiri.
Bagi
orangtua atau wali siswa, dengan evaluasi kebutuhan akan pengetahuan mengenai
hasil usaha dan tanggung jawabnya mengembangkan potensi anak terpenuhi.
Pengetahuan seperti ini dapat mendatangkan rassa pasti kepada orangtua dan wali
siswa dalam menentukan langkah-langkah pendidikan anjutan bagi anaknya.
Sedangkan bagi para guru sendiri (sebagai evaluator), hasil evaluasi prestasi
tersebut dapat membantu mereka dalam menentukan sikap diri-sendiri.
c. Ragam Evaluasi
Pada prinsipnya, evaluasi hasil
belajar merupakan kegiatan berencana dan berkesinambungan. Oleh karena itu,
ragamnya pun banyak mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling
kompleks.
1) Pre test dan post test
Kegiatan pre test dilakukan guru
secara rutin pada setiap akan dimulai penyajian materi baru. Tujuannya, untuk
mengidentifikasi taraf pengetahuan siswa mengenai bahan yang akan disajikan.
Evaluasi ini berlangsung singkat dan sering tidak memerlukan instrumen
tertulis.
Post test adalah kebalikan dari pre
test, yakni evaluasi yang dilakukan oleh guru pada setiap akhir penyajian
materi. Tujuannya adalah untuk mengetahui taraf penguasaan siswa atas materi
yang diajarkan. Evaluasi ini juga berlangsung singkat dan cukup dengan
menggunakan instrumen sederhana yang berisi item-item yang jumlahnya sangat
terbatas.
2) Evaluasi bersyarat
Evaluasi jenis ini sangat mirip
dengan pre test. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi penguasaan siswa atas
materi lama yang mendasari materi baru yang akan diajarkan. Contoh: evaluasi
penguasaan syarat-syarat sahnya shalat, karena syarat-syarat sahnya shalat yang
menjadikan shalat kita diterima.
3) Evaluasi diagnostik
Evaluasi ini dilakukan setelah
selesai penyajian sebuah satuan pelajaran dengan tujuan mengidentifikasi
bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai siswa. Instrumen evaluasi jenis ini
dititikberatkan pada bahasan tertentu yang dipandang telah membuat siswa
mendapatkan kesulitan
4) Evaluasi formatif
Evaluasi jenis ini dilakukan pada
setiap akhir penyajian satuan pelajaran atau modul. Tujuannya ialah untuk
memperoleh umpan balik yang mirip dengan evaluasi diagnostik, yakni untuk
mendiagnosis (mengetahui penyakit atau kesulitan) kesulitan belajar siswa.
Hasil diagnosis kesulitan belajar tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan
rekayasa pengajaran remedial (perbaikan).
5) Evaluasi sumatif
Ragam penilaian sumatif dilakukan
untuk mengukur kinerja akademik atau prestasi belajar siswa pada akhir periode
pelaksanaan program pengajaran. Evaluasi ini lazim dilakukan pada setiap akhir
semester atau akhir tahun ajaran. Hasilnya akan dijadikan bahan laporan resmi
mengenai kinerja akademik siswa dan bahkan penentu naik atau tidaknya ke kelas
yang lebih tinggi.
6) UAS dan UN
UAS (Ujian Akhir Sekolah) dan UN
(Ujian Nasional) pada prinsipnya sama dengan evaluasi sumatif dalam arti
sebagai alat penentu kenaikan status siswa. Namun, UAS dan UN ini dirancang
untuk siswa yang telah menduduki kelas tertinggi pada suatu jenjang SD dan MI
dan seterusnya.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar
Menurut Sumiati (2009 : 38)
pengertian belajar adalah sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi
individu dengan lingkungan. Sejalan dengan pendapat Sumiati, Oemar Hamalik
(2008 : 36) mendefinisikan belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan
melalui pengalaman. Jadi belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas
dari pada itu, yakni mengalami.
Kunandar (2007 : 298) menyatakan
bahwa belajar mengandung pengertian terjadinya perubahan dari persepsi dan
perilaku, termasuk juga perbaikan perilaku, misalnya pemuasan kebutuhan
masyarakat dan pribadi secara lengkap. Sedangkan menurut Cronbach dikutip oleh
Kunandar (2007 : 298-299) pengertian belajar adalah learning is shown by a change in behavior as a result of experience, yang artinya belajar adalah perubahan
tingkah laku sebagai hasi pengalaman.
Aunurrahman (2009 : 35) belajar
adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu
itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya.
Berdasarkan beberapa pengertian
tersebut dapat ditarik kesimpulan dari elemen yang penting dari pengertian
yaitu :
a. Belajar merupakan suatu perubahan yang
terjadi melalui latihan atau pengalaman.
b. Belajar merupakan perubahan tingkah laku,
baik perubahan yang mengarah kepada kebaikan atau keburukan.
c. Proses belajar terutama mengerjakan hal-hal
yang sebenarnya. Belajar apa yang diperbuat dan mengerjakan apa yang
dipelajari.
Dengan
demikian jelaslah bahwa belajar merupakan salah satu factor yang mempengaruhi
dan berperan penting dalam pembentukan serta perkembangan pribadi dan perilaku
individu sebagai hasil dari berbagai macam pengalaman.
Menurut
Muhibbin Syah (1995 : 204) secara global, faktor-faktor yang mepengaruhi
belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam.
1. Faktor Internal
Faktor yang berasal dari dalam siswa
(internal) meliputi tiga aspek, yakni :
a. Aspek fisiologis
Kondisi umum jasmani dan tonus
(tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan
sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam
mengikuti pelajaran. Sebagai contoh kondisi organ tubuh yang lemah desertai
pusing-pusing kepala, dapat menurunkan ranah cipta (kognitif) sehingga materi
yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas. Diperlukan makanan dan
minuman yang bergizi agar jasmani tetap bugar.
b. Aspek psikologis
Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa, yakni :
1. Intelegensi
siswa
Intelegensi pada umumnya dapat diartikan
sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri
dengan lingkungan dengan cara yang cepat. Jadi, intelegensi sebenarnya bukan
persoalan otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Akan
tetapi, memang harus diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan
intelegensi manusia lebih menonjol daripada peran organ-organ tubuh lainnya,
lantaran otak merupakan “menara pengontrol” hamper seluruh aktifitas manusia.
Tingkat kecerdasan siswa tidak dapat
diragukan lagi dalam meningkatkan keberhasilan siswa. Ini bermakna semakin
tinggi kemampuan intelegensi seorang siswa, maka semakin besar peluangnya untuk
meraih keberhasilan. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelegensi seorang
siswa, maka semakin kecil peluangnya untuk meraih keberhasilan.
2. Sikap siswa
Sikap adalah gejala internal yang
berdimensi afektifberupa kecenderungan untuk merespon dengan cara yang relative
tetap terhadap objek seperti, orang, barang dan sebagainya baik secara positif
maupun negatif.
3. Bakat siswa
Secara umum bakat merupakan kemampuan
yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.
Setiap orang memiliki bakat dalam dirinya dalam arti berpotensi untuk mencapai
prestasi secara maksimal.
4. Minat siswa
Secara sederhana minat berarti
kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap
sesuatu. Menurut Reber (1988), minat tidak termasuk istilah popular dalam
psikologi karena ketergantungannya yang banyak pada faktor-faktor internal
lainnya seperti : pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi dan kebutuhan.
5. Motivasi siswa
Menurut Muhubbin Syah (2005 : 210)
motivasi ialah keadaan internal organism baik manusia ataupun hewan yang
mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti
pemasok daya untuk bertingkah laku secara terarah.
c. Aspek Keluarga Sebagai Lingkungan Pendidikan
Tugas orang tua, disamping member
nafkah fisik seperti makan, minum, sandang, pangan, papan dan sebagainya bagi
perkembangan dan kesehatan keluarga, khususnya anak-anak, maka tanggung jawab
besar lainnya bagi orang tua adalah mendidik anak. Mendidik anak bagi orang tua
merupakan tugas dan tanggung jawab yang tidak ditawar-tawar, karena tanggung
jawab ini sangat penting dalam rangka mengembangkan anak secara utuh dan
sempurna, sehingga nantinya anak menjadi manusia dewasa yang dapat mengemban
kewajiban, menjalankan risalahdan menjalankan tanggung jawabnya sebagai
pribadi, anggota keluarga, anggota masyarakat, warga Negara, warga dunia maupun
sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Allah menganjurkan agar manusia
memperhatikan ketika orang tua memberi pendidikan kepada anaknya. Hal ini
sesuai firman Allah dalam surat Lukman ayat 13.
وَإِذْقَالَ
لُقْمَانُ لاِبْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ ياَبُنَيَّ لاَتُشْرِكْ بِااللهِ إِنَّ
الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ ( لقمان : ١٣)
Artinya : “Dan ingatlah Lukman berpetuah kepada
anaknya,”Hai anakku! Janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya
mempersekutukan Allah adalah kedzaliman yang benar”(QS. Lukman : 13)
(Depag RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, 1974 : 413)
Ayat tersebut terkandung maksud agar
setiap orang tua memperhatikan dan memikuti jejak Lukman, yakni memberi
pendidikan kepada anak untuk hal-hal yang sangat prinsip, agar tidak
mencelakakan diri anak dan keluarga.
2. Faktor Eksternal
Faktor ini terdiri atas dua macam, yaitu
lingkungan sosial dan nonsosial.
a. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial sekolah seperti
para guru, staf administrasi dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi
semangat belajar seorang siswa. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan
perilaku yang simpatik dn memperlihatkan suri tauladan yang baik dan rajin
khususnya dalam hal belajar, misalnya rajin membaca dan berdiskusi, dapat
menjadi daya dorong yang positif bagi belajar siswa.
Lingkungan sosial yang lebih banyak
mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri.
Sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga dan
demokrasi keluarga (letak rumah), semuanya dapat member dampak baik ataupun
buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.
b. Lingkungan Nonsosial
Faktor-faktor yang termasuk
lingkungan nonsosial seperti gedung sekolah dan letaknya, tempat tinggal siswa,
alat-alat belajar, keadaan dan waktu belajar yang digunakan siswa, semua ini
dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan siswa.
Faktor-faktor di atas dalam banyak hal sering
saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Seorang siswa yang bersifat concerving terhadap ilmu pengetahuan atau bermotif ekstrinsik
(faktor eksternal), biasanya cenderung mengambil pendekatan belajar yang
sederhana dan tidak mendalam. Sebaliknya, seorang siswa berintelegensi tinggi
(faktor internal) dan mendapat dorongan positif dari orang tuanya (faktor
eksternal), mungkin akan memilih pendekatan belajar yang lebih mementingkan
kualitas hasil pembelajaran. Jadi, karena faktor-faktor tersebut di ataslah,
muncul siswa-siswa yang berprestasi tinggi dan berprestasi rendah atau gagal
sama sekali.
Dalam
hal ini, seorang guru yang kompeten dan profesional diharapkan mampu
mengantisipasi gejala kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi faktor
yang menghambat proses belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi.
(2006), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Bina
Aksara
__________________(2010),
Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Bina Aksara
Aunurrahman. (2009), Belajar
Dan Pembelajaran. Bandung : Alfabeta
Hadi, Amirul dan
Haryono. H. (1998), Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung : Pustaka
Setia
Hajar, Ibnu. (2011), Hypnoteaching
. Jogjakarta : DIVA Press (anggota IKAPI)
Hamalik, Oemar. (2008), Kurikulum
Dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara
Hasan, M. Iqbal (2002), Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian Dan
Aplikasinya. Jakarta : Ghalia Indonesia
Holiah, Iis. (2012), “Seni Membuat Siswa Cerdas Dan Patuh
Dengan Hypnoteaching”. Makalah pada Semi Lokakarya Di IAIN Syekh Nurjati
Cirebon, Cirebon.
Idris, Muhamad. (2011).
Penggunaan Alat Peraga Kartu Bilangan Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar
Bidang Studi Matematika Di Madrasah Ibtidaiyah Hidayatus Shibyan Kecomberan
Talun Cirebon. IAIN Cirebon : Tidak diterbitkan.
Kunandar. (2007). Model
dan Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi
Sertifikasi Guru. Jakarta : Rajawali Persada
Ruseffendi. (1991), Pengantar Kepada Guru Mengembangkan
Kompetensi dalam Pengajaran Pendidikan Agama Islam untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito
Rusli Setia I, (2009). The
Secret of Hypnosis. Jakarta
: Penebar Plus.
Sanjaya, Wina. (2006). Pembelajaran Dalam Implementasi
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
Sholeh. Moh.
(2010). Metode
pendidikan dalam al-qur’an (analisis tafsir surat an-nahl ayat 125). UIN Malang : Tidak
diterbitkan
Sumiati. Dkk. (2009). Metode Pembelajaran. Bandung :
CV Wacana Prima
Syah, Muhibbin. (1995), Psikologi
Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Tafsir, Ahmad. (1995), Metodologi
Pengajaran Agama Islam. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Terjemah Depag RI, (1974) Al-Qur’an Al-Karim
UU. RI No. 20 Pasal 3 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan
Nasional
Uzer, Usman. (2002), Menjadi Guru
Profesional. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
http://www.piss-ktb.com/2012/02/307-hadits-setiap-hari-terbaik.html