Sabtu, 26 Juli 2014

Catatan Hati About ANPH


Waaaah kalau bicara ANPH di dunia kepenulisan, siapa sih yang gak kenal. Nama yang begitu tersohor seantero jagat... Xixixi Lebay bgt ya aku...
Nah luh ANPH sendiri itu apa? Okay. Hematnya saja ya ANPH itu Kepanjangan dari AsmaNadia Publishing House. ini salah satu nama penerbitan milik Bunda AsmaNadia pribadi #keren yach hehe.
Asmarani Rosalba adalah nama asli Asma Nadia, Ia adalah seorang sastrawati. Lahir di Jakarta pada tanggal 26 Maret 1972. Ia adik kandung dari penulis muda yang bernama Helvy Tiana Rosa. Bunda Asma ini sudah aktif nulis sejak remaja, Ibu dari dua anak (Salsa dan Adam) menjadi penulis produktif salah satu dari 35 penulis dari 31 Negara. Prestasinya yang lain yakni dengan Jilbabnya menjadi Muslimah jilbab traveller yang telah menjelajah, sebagian solo traveling, ke 50 Negara dan 200 kota di dunia.
Nah ANPHnya sendiri gimana? ANPH berdiri sejak awal 2009 dan terus berkembang hingga sekarang.

Hmmm... pengetahuan sepintas sudah nah lho terus hubungannya apa dengan foto diatas?
Bulan Ramadhan bulan penuh berkah, bener banget nih sob... sebenarnya nih aku sudah mengidolakan bunda asma nadia sejak akhir tahun 2013 namun belum sempet mengoleksi buku-bukunya. Nah sekarang ada rizki dan alhamdulillah join ke grup toko asmanadia https://www.facebook.com/groups/tokoasmanadia/
Subhanallah nih ini pengalaman mimin dalam hal pesan memesan melalui Online...
Sharing dikit nih ya... Min pernah pesen baju Online tapi sampai sebulan gak dateng" katanya nanti masih dalam perjalanan setelah satu bulan lebih alhamdulillahnya datang tapi itu sedikit mengecewakan karena barang yang dipesan dan yang dikirim ke Min gak sesuai, ya sudahlah. Berawal dari pelangalaman buruk tentang jual beli online aku sebenarnya sedikit hawatir kalau barangnya tak sampai. tapi alhamdulillah ini kan di pesen tanggal 22 juli 2014 nah itukan mepet bgt karena bentar lagi Hari raya Idul Fitri, denger-denger sih paling lama seminggu jadi diperkirakan sehari sebelum Ied barang datang. Namun Subhanallah walhamdulillah tepat 3 hari barang sudah ada di tangan daaan yang paling bikin bahagia bukunya dilebihin satu. Padahal aku gak pernah cerita tentang pengalaman mengecewakanku itu. Mungkin sudah Rezeki.
Seneng bangeeet Makasih Bunda Asma Nadia, Ayah Isa Alamsyah dan Mas Alie Isfah...
Semoga bukunya manfaat tur barokah...

#inilah curhatan tentang pengalaman memesan buku Asma Nasia...

Senin, 21 Juli 2014

Skripsi Efektifitas Penggunaan Metode HypnoTeaching


Sebelumnya aku mau mohon maaf yah untuk mas juned coz skripsinya joli save di blog ini... 

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN METODE HYPNOTEACHING UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DI SMPN 1 SUMBER KABUPATEN CIREBON

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Islam ( S.Pd.I )
pada Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam




Oleh :
JUNAEDI AFDILA
NIM : 2008.09.00446

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
STAI BUNGA BANGSA CIREBON
2012


BAB II
TINJAUAN TEORETIS
A.    Metode Pembelajaran
1.      Pengertian Metode Pembelajaran
Banyak cara untuk mendefinisikan kata metode. Dalam bahasa Inggris ada kata way dan ada kata method. Dua kata ini sering diterjemahkan cara dalam bahasa Indonesia. Sebenarnya yang lebih layak diterjemahkan cara adalah kata way itu, bukan kata method.
Menurut Ahmad Tafsir (1995 : 9), metode ialah istilah yang digunakan untuk mengungkapkan pengertian cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu. Karena metode berarti cara yang paling tepat dan cepat, maka urutan kerja dalam suatu metode harus diperhitungkan benar-benar secara ilmiah. Karena itulah suatu metode selalu merupakan hasil eksperimen.
Dalam penggunaan metode terkadang guru harus menyesuaikan dengan kondisi dan suasana kelas. Jumlah anak akan mempengaruhi penggunaan metode. Tujuan instruksional adalah pedoman yang mutlak dalam pemilihan metode. Dalam perumusan tujuan, guru perlu merumuskannya dengan jelas dan dapat diukur. Dengan begitu mudahlah bagi guru menentukan metode yang bagaimana yang dipilih guna menunjang pencapaian tujuan yang telah dirumuskan tersebut.
Pembelajaran pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh guru sebagai pendidik dan siswa sebagai anak didik dalam kegiatan pengajaran dengan menggunakan sarana dan fasilitas pendidikan yang ada untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Wina Sanjaya (2006 : 80) menjelaskan bahwa dalam dokumen KBK, kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar mengajar sering diistilahkan dengan istilah pembelajaran. Dari istilah di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa pengertian pembelajaran adalah proses kegiatan belajar mengajar yang dilakasanakan oleh pendidik dan peserta didik demi tercapainya tujuan pendidikan.
Menurut Wina Sanjaya (2006 : 87) ada tiga tahapan yang harus dilakukan guru dalam proses pembelajaran yaitu persiapan/perencanaan, pelaksanaan, dan tahap penilaian/evaluasi.
a.       Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan pengajaran adalah suatu penerapan yang rasional dari analisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para murid dan masyarakatnya.
Pada tahap persiapan atau perencanaan ini seorang guru harus mempunyai persiapan sebelum proses pembelajaran berlangsung agar proses pembelajaran yang dilaksanakan tersebut dapat berjalan secara efektif dan efisien dan dapat diberikan sesuai dengan waktu yang tersedia.
Seorang guru yang akan mengajarkan pelajaran harus memikirkan hal-hal apa yang harus  dilakukan serta menuangkannya secara tertulis dalam  perencanaan pembelajaran yang dimulai dengan merumuskan program tahunan, program semester, analisis materi pelajaran, pengembangan silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, program remedial dan program pengayaan. Kemudian merumuskan bahan pelajaran yang akan diajarkan. Bahan pelajaran tersebut harus diatur agar memberi motivasi pada siswa untuk aktif dalam belajar.
Setelah proses pembelajaran ditetapkan dan diurutkan secara sistematis sehingga memberi peluang adanya kegiatan belajar bersama atau perorangan. Penggunaan metode mengajar diusahakan dan dipilih oleh guru agar menumbuhkan semangat siswa. Perumusan perencanaan pembelajaran yang terakhir tentang penilaian yang terdiri dari sejumlah pertanyaan yang problematis, sehingga menuntut siswa untuk berpikir secara optimal dan jika perlu diberikan tugas-tugas yang harus dikerjakan di kelas atau di rumah.
b.      Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran merupakan tahapan yang kedua dilaksanakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Dalam melaksanakan pengajaran hendaknya guru bepedoman pada persiapan yang dibuat dalam bentuk perencanaan pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran adalah  terjadinya interaksi antara guru dan anak didik serta bahan pelajaran sebagai perantara. Oleh sebab itu dalam proses pembelajaran ini peranan guru merupakan pengendali, pengatur dan pengontrol kegiatan pembelajaran.
Dalam pelaksanaan pembelajaran ada tiga tahapan yang harus dilakukan guru, yaitu tahap pra instruksional, tahap instruksional dan tahap evaluasi atau tindak lanjut:
c.       Penilaian Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar merupakan bagian integral dalam proses pembelajaran. Karena itu harus dilakukan oleh setiap guru sebagai bagian dari tugasnya. Secara umum penilaian hasil belajar merupakan evaluasi hasil belajar dimaksudkan untuk melihat sejauh mana kemajuan belajar siswa dalam program pendidikannya yang telah dilaksanakan. Untuk itu diperlukan alat evaluasi yang disusun menurut langkah kerja yang teratur.
Dengan demikian keberhasilan belajar para siswa hanya dapat diketahui dengan evaluasi yang dilakukan oleh guru. Dalam menilai hasil belajar siswa ada beberapa macam evaluasi diantaranya adalah:
1)        Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif adalah penilaian yang dilakukan guru setelah satu pokok bahasan selesai dipelajari oleh siswa dengan kata lain penilaian pada akhir rencana pelaksanaan pembelajaran. Penilaian ini berfungsi untuk mengetahui sejauh mana ketercapaian indikator yang telah ditentukan dalam setiap rencana pelaksanaan pembelajaran.
2)        Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif adalah penilaian yang diselenggarakan oleh guru setelah satu jangka waktu tertentu yaitu pada akhir catur wulan atau akhir semester. Penilaian seperti ini berguna untuk memperoleh informasi tentang keberhasilan belajar siswa yang dipakai sebagai masukan utama untuk menentukan nilai rapor.
Karena yang penulis akan teliti adalah tentang metode untuk meningkatkan prestasi dari suatu proses pembelajaran yang akan disampaikan oleh guru kepada peserta didik agar dapat memiliki pengalaman dan motivasi yang  baru dan akan terciptanya pembelajaran yang aktif dan efektif, sehingga akan terjadi meningkatnya prestasi belajar siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung ataupun telah dilaksanakan.
2.      Macam-macam Metode
Penggunaan metode yang monoton akan menjadikan siswa merasa jenuh. Untuk mengatasi kejenuhan tersebut, guru harus memiliki kreatifitas dan kepekaan terhadap situasi dan kondisi di kelas untuk menentukan metode apa yang akan digunakan. Menurut syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2010 : 82) ada beberapa macam metode dalam mengajar yaitu:
a.  Metode Proyek
Metode proyek atau unit adalah cara penyajian pelajaran yang bertitik tolak dari suatu masalah, kemudian dibahas dari berbagai segi yang berhubungan sehingga pemecahannya secara keseluruhan dan bermakna.
b. Metode Eksperimen
Metode eksperimen (percobaan) adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari.
c.  Metode Tugas dan Resitasi
Metode resitasi (penugasan) adalah metode penyajian bahan di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar.
d. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, di mana para siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama.
e.  Metode Sosiodrama
Metode sosiodrama dan role playing dapat dikatakan sama artinya, dan dalam pemakaiannya sering disilihgantikan.
f.  Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan meragakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, atau bebda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan, yang sering disertai penjelasan lisan.
g. Metode Problem Solving
Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam metode ini dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
h. Metode Karyawisata
Metode karyawisata adalah cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajar siswa ke suatu tempat atau obyek tertentu di luar sekolah untuk mempelajari/menyelidiki sesuatu.
i.   Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada guru.
j.   Metode Latihan
Metode latihan yang disebut juga metode training, merupakan suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik.
k. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode tradisional, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar mengajar.

Adapun beberapa metode yang terkandung di dalam al-Qur’an, menurut Moh. Sholeh (2010) antara lain :
a.    Mau’izhah
Metode demikian ditemukan pada diri Luqman yang mana anak dan istrinya dalam keadaan kafir. Oleh karenanya, Luqman menasehatinya sehingga keduanya beriman.
b.    Dialog
Metode ini dapat dipahami sebagai jalan untuk membuka jalur informasi antara pendidik dengan peserta didik.
c.    Prenatal-posnatal
Metode ini dipahami pada interaksi pendidikan Ayarkha Hanna terhadap Maryam dan Nabi Zakariya terhadap Yahya. Usaha-usaha untuk mendapatkan anak saleh dilakukan melalui do'a dan nazar. Berkali-kali Zakariya berdo'a dengan uslub yang berbeda-beda menunjukkan kesungguhannya dalam memohon anak disaat usianya sendiri tua dan istrinya mandul. Demikian Hanna berazam untuk memiliki anak yang saleh, kemudian Allah mengabulkan dengan kelahiran Nabi Yahya.
d.   Problem Solving
Metode ini terlihat dalam interaksi Adam dengan Qabil dan Habil, serta interaksi Nabi Ya'qub dengan putra-putranya (nabi Yusuf dengan saudaranya). Pendidikan Nabi Adam terhadap anaknya yang sedang bertikai memperebutkan pasanganya. Meskipun pada akhirnya tidak tercapai sasaran yang dimaksud agar terjadi perdamaian antara keduanya. Demikian yang dilakukan Nabi Ya'qub yang dilakukan terhadap saudara-saudara Yusuf untuk memberi solusi atas konflik internal keluarganya.
e.    Bantah-bantahan (al-mujadalah)
Sebenarnya metode ini hampir sama dengan teknik diskusi, hanya saja teknik ini diikuti oleh pesereta yang heterogen, yang mungkin berbeda idiologis, agama, prinsip, filsafat hidup atau perbedaan-perbedaan lainya.
f.     Metafora (al-amtsal)
Alamtsal adalah perumpamaann baik berupa ungkapan, gerak, maupun melalui gambar-gambar. Dalam konteks pendidikan Islam, metode ini lebih mengarah kepada perumpamaann dalam segi ungkapan belaka
g.    Imitasi (al-qudwah)
Metode ini dilakukan dengan menampilkan seperangkat teladan bagi diri pendidik untuk peserta didik melalui komunikasi interaksi di dalam kelas maupun di luar kelas. Sehingga tuntutan pendidik tidak hanya berceramah, berkhatbah, atau berdiskusi. Tetapi lebih penting lagi, mengamalkan semua ajaran yang telah dimengerti, sehingga peserta didik dapat meniru dan mencontohnya.
h.    Pemberian hukuman dan ganjaran
Muhammad Quthub mengatakan bila keteladanan dan pembiasaan tidak mampu, maka pada waktu itu harus diadakan tindakan tegas yang dapat meletakkan persoalan pada tempat yang benar, sebagai bentuk kelanjutan dari proses pengarahan dan bimbingan terhadap anak didik ke arah perkembangan yang lebih baik dan terarah, tindakan tegas itu adalah hukuman.

Dari beberapa metode di atas, kesemuanya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sekali lagi guru dituntut untuk memiliki kreatifitas dan kepekaan untuk menentukan metode apa yang akan digunakan demi tercapainya tujuan pendidikan.
3.      Fungsi Metode
Fungsi metode secara umum dapat dikemukakan sebagai pemberi jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dari ilmu pendidikan tersebut. Sedangkan dalam konteks lain metode dapat merupakan sarana untuk menemukan, menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin ilmu. Dari dua pendekatan tersebut dapat dilihat pada intinya metode berfungsi mengantarkan pada suatu tujuan objek sasaran tersebut. Oleh karena itu terdapat suatu prinsip yang umum dalam memfungsikan metode, yaitu suatu prinsip agara pengajaran dapat disampaikan dalam suasana yang menyenangkan, menggembirakan, penuh dorongan dan motivasi, sehingga pelajaran atau materi didikan itu dapat dengan mudah diberikan.
Dalam Al-Qur’an sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini, metode dikenal sebagai sarana yang menyampaikan seseorang kepada tujuan penciptaannya sebagai khalifah  di muka bumi dengan melaksanakan pendekatan di mana manusia ditempatkan sebagai makhluk yang memiliki potensi rohaniah dan jasmaniah yang keduanya dapat digunakan saluran penyampaian materi pelajaran. Karenanya terdapat suatu prinsip umum dalam memfungsikan metode, yaitu prinsip agar pengajaran dapat disampaikan dalam suasana menyenangkan, menggembirakan, penuh dorongan, dan motivasi, sehingga pelajaran atau materi didikan itu dapat dengan mudah diberikan. Banyaknya metode yang ditawarkan para ahli sebagaimana dijumpai dalam buku-buku kependidikan lebih merupakan usaha mempermudah atau mencari jalan paling sesuai dengan perkembangan jiwa anak dalam menerima pelajaran.  
Dalam menyampaikan materi pendidikan kepada peserta didik sebagaimana disebutkan di atas perlu ditetapkan metode yang didasarkan kepada pandangan dalam menghadapi manusia sesuai dengan unsur penciptaannya, yaitu jasmani, akal, dan jiwa yang dengan mengarahkannya agar menjadi orang yang sempurna. Karena itu materi-materi pendidikan yang disajikan oleh Al-Qur’an senantiasa mengarah kepada pengembangan jiwa, akal, dan jasmani manusia itu, hingga dijumpai ayat yang mengaitkan keterampilan dengan kekuasaan Tuhan, yaitu ayat yang berbunyi :
(وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللهَ رَمَى … (الانفال : ۱٧
Dan  bukanlah kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar.” (QS. Al-Anfal [8]:17).
 (Depag RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, 1974 : 180)

4.      Tujuan Metode
Metode yang dipilih oleh pendidik tidak boleh bertentangan dengan tujuan pembelajaran. Metode harus mendukung kemana kegiatan interaksi edukatif berproses guna mencapai tujuan. Tujuan pokok pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan anak secara individu agar bisa menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapinya. Menurut  Dr. Sayyid Ibrahim Al-Jabar yang dikutip dari http://pinarac.wordpress.com  mengatakan :
“Sesungguhnya tujuan pokok pendidikan haruslah dapat memberikanrangsangan kuwat untuk pengembangan kemampuan individu dalam upaya mengatasi semua permasalahan baru yang muncul serta dapat mencari terobosan-terobosan solusi alternatif dalam menghadapinya”.

Dipilihnya beberapa metode tertentu dalam suatu pembelajaran bertujuan untuk memberi  jalan atau cara sebaik mungkin bagi pelaksanaan dan kesuksesan operasional pembelajaran. Sedangkan dalam konteks lain, metode dapat merupakan sarana untuk menemukan, menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin suatu ilmu. Dalam hal ini metode bertujuan untuk lebih memudahkan proses dan hasil pembelajaran sehingga apa yang telah direncanakan bisa diraih dengan sebaik dan semudah mungkin.
Dari pemaparan di atas tadi agar dapat dilihat bahwa pada intinya metode bertujuan mengantarkan sebuah pembelajaran kearah tujuan tertentu yang ideal dengan tepat dan cepat sesuai yang diinginkan. Oleh karena itu, terdapat suatu prinsip yang umum dalam memfungsikan metode yaitu prinsip agar pembelajaran dapat dilaksanakan dalam suasana menyenangkan, mengembirakan penuh dorongan dan motivasi sehingga materi pembelajaran itu menjadi lebih mudah untuk diterima oleh peserta didik.
B.     Hypnoteaching
1.      Pengertian Hypnoteaching
Pengertian hypnoteaching apabila dipisahkan menurut suku katanya berasal dari kata hypnos dan teaching. Secara bahasa Kata hipnosis berasal dari bahasa Yunani Hypnos yang artinya tidur dalam keadaan trance. Tidur hipnosis tidak sama dengan tidur biasa. Tidur saat terhipnosis, pikiran seseorang berada dalam keadaan sangat fokus dan dapat mendengar kata-kata atau sugesti penghipnosis dengan jelas. Selain itu juga bisa berbicara dan bergerak mengikuti kamauan orang yang menghipnosisnya. Sedangkan secara istilah hypnos/hypnosis adalah seni eksplorasi alam bawah sadar. Teaching berarti pembelajaran. Dari penjelasan di atas, Iis Holiah (2012) menyimpulkan pengertian hypnoteaching sebagai berikut:
hypnoteaching adalah penggunaan atau pemanfaatan hypnosis untuk kepentingan pembelajaran”.

Menurut Ibnu hajar (2011 : 75) hypnoteaching adalah seni berkomunikasi dengan jalan memberikan sugesti agar para siswa menjadi lebih cerdas. Sugesti yang diberikan adalah sugesti yang positif yang berhubungan dengan pembelajaran.
Sudah banyak penelitian dilakukan yang mencobakan teknik hipnosis dalam pembelajaran. Satu di antaranya adalah penelitian Prof. Charles R. Elliot yang dikenal dengan “Metode Tidur dan Belajar”. Dalam metode ini piringan hitam/ rekaman berisi sugesti positif, diputar di bawah bantal, saat siswa tidur, tiap malam dalam waktu satu bulan. Hasilnya sangat mengagumkan. Saat siswa di sekolah diberi pelajaran yang sama dengan materi di piringan hitam, siswa tersebut mampu mempelajarinya dengan cepat dibanding siswa yang tidak mendapat  “perlakuan” (Iis Holiah : 2012).
Dalam hypnoteaching, sebagaimana yang terjadi pada hipnotis umumnya, penyajian materi pelajarannya menggunakan bahasa-bahasa bawah sadar yang menimbulkan sugesti siswa untuk berkonsentrasi secara penuh pada ilmu yang disampaikan oleh guru.
Kenapa harus alam bawah sadar? Sebab, alam bawah sadar lebih besar dominasinya terhadap cara kerja otak.
Setia I. Rusli dalam bukunya  The Secret of Hypnosis  tahun 2009 menguraikan mengapa manusia bisa dihipnosis. Hal ini erat kaitannya dengan cara kerja otak manusia. Karena hipnosis itu merupakan: seni eksplorasi alam bawah sadar, seni komunikasi verbal (mempengaruhi orang lain), seni sugesti, dan kondisi kesadaran meningkat, maka hal ini  terkait sekali dengan cara kerja otak manusia.
Manusia memiliki 2 buah otak, yaitu otak besar (otak kanan) dan otak kecil (otak kiri). Fungsi otak besar (otak kanan) adalah menyimpan memori visual, pengalaman, seni, kreativitas, kepercayaan, sugesti, dan imajinasi. Fungsi otak kecil atau otak kiri adalah mencerna hal-hal yang dianggap sebagai logika atau analisis, seperti urutan angka dan abjad,  siang dan malam, serta hal logis lainnya.
Gambar 2.1
Cara Kerja Otak Manusia

Model: Setia I. Rusli, 2009
Dari Gambar di atas bisa dilihat tentang cara kerja otak manusia. Kemampuan otak kiri hanya 12% dari total fungsi otak. Sedangkan otak kanan 88%. Jika fungsi otak kanan digunakan secara maksimal, maka manusia itu akan menjadi orang yang kreatif dan genius. Salah satu sifat otak kanan adalah netral, yaitu selalu menerima input serta merekamnya dalam memori. Artinya, otak concious akan merekam segala hal yang positif atau negatif, baik atau buru, sebelum disaring di otak kiri dan dicerna kebenarannya. Dalam otak subconcious (bawah sadar) tersimpan semua ingatan, kebiasaan, kepribadian, citra diri, dan pikiran atau imajinasi.
2.      Peranan Hypnoteaching bagi Pembelajaran
Peran guru sangatlah penting dalam membina watak anak bangsa melalui pendidikan. Guru harus menyadari betapa semua tindakan yang dilakukannya di kelas akan berimbas pada perilaku siswa di lapangan. Oleh karena itu, guru harus malakukan tindakan yang cerdas dalam mengontrol dan mempengaruhi perilaku mereka.
Guru yang mengajar dengan semangat dan antusias akan memberikan pengaruh positif kepada para siswanya. Guru juga perlu memperhatikan emosi dan psikologis siswa, sehingga suasana belajar menjadi menyenangkan. Pada dasarnya, guru yang berkualitas akan berusaha meningkatkan prestasi para siswanya. Sebaliknya, guru yang tidak peduli akan menciptakan ketakutan terhadap kegiatan belajar, sehingga membuat para siswa tidak menyukai pelajaran tertentu.
Kebanyakan guru kurang berinteraksi dengan para siswanya. Hal itu mengakibatkan konsentrasi mereka terhadap materi pelajaran tidak maksimal. Untuk itu, perlu dilakukan pendekatan alternatif dalam kegiatan belajar mengajar, salah satunya adalah melalui konsep hypnoteaching. Adapun beberapa peraturan yang diterapkan dalam hypnoteaching antara lain semua siswa harus terlibat aktif di kelas, melakukan semua perintah dengan cepat dan membuat mereka dalam suasana yang menyenangkan.
Suasana kelas yang menyenangkan dan siswa mampu memahami pelajaran dengan maksimal merupakan tolok ukur efektivitas dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Di sisi lain, kompetensi dan komunikasi guru merupakan salah satu penentu terciptanya pengajaran yang efektif di kelas. Oleh karena itu, guru yang berkualitas harus menguasai materi dan memahami metode komunikasi dengan siswanya.
3.      Prinsip dalam Pelaksanaan Hypnoteaching
Pembelajaran dengan menggunakan hipnotis tentu saja berbeda dengan model pembelajaran lainnya, sehingga terdapat beberapa hal yang harus dibedakan dalam pelaksanaannya. Hal ini dilakukan supaya pelaksanaan pembelajaran dengan model hypnoteaching bisa berjalan efektif dan mendapatkan hasil yang maksimal. Adapun beberapa langkah yang perlu dilakukan oleh guru agar bisa mencapai tujuan pembelajaran dengan baik adalah sebagai berikut:
a.       Mengidentifikasi terlebih dahulu kebutuhan siswa.
b.      Merencanakan pembelajaran dengan mengaitkan media hipnotis, seperti suara, gambar, tulisan, gerak dan simbol-simbol.
c.       Memulai mengajar sesuai dengan rencana yang telah dibuat, seperti melakukan induksi (cara untuk masuk dalam keadaan fokus).
d.      Melakukan afirmasi (menyatakan sesuatu yang positif tentang diri sendiri) sebagai bahan untuk memunculkan gagasan dari siswa.
e.       Melakukan visualisasi sebagai sarana agar siswa dapat memproduksi gagasan sebanyak-banyaknya berkaitan dengan topik pembelajaran hari itu.
f.       Melakukan evaluasi.
g.      Sebelum pembelajaran berakhir, lakukan refleksi tentang sesuatu yang dialami oleh siswa.(Ibnu Hajar 2011 : 118)
4.      Metode Pembelajaran Hypnoteaching
Salah satu unsur hipnotis dalam proses pembelajaran adalah menggunakan alat peraga atau mengeluarkan ekspresi diri, jika perlu seluruh anggota badan dapat digerakkan. Adapun salah satu keberhasilan metode hypnoteaching adalah menggunakan teknik cerita dan kisah tentang orang-orang sukses sebagai upaya untuk memotivasi siswa. Adapun beberapa metode dalam pembelajaran hypnoteching tersebut adalah:
a.       Semua siswa dipersilakan duduk dengan rileks.
b.      Kosongkan pikiran untuk sesaat.
c.       Tarik napas panjang melalui hidung, lalu hembuskan lewat mulut.
d.      Lakukan terus secara berulang dengan pernapasan yang teratur.
e.       Berikan sugesti pada setiap tarikan napas supaya badan terasa rileks.
f.       Lakukan terus-menerus dan berulang, kata-kata sugesti yang akan membuat suyet nyenyak dan tertidur.
g.      Perhatikan posisi kepala dari semua suyet. Bagi yang sudah tertidur, akan tampak tertunduk atau leher tidak mampu menahan beratnya kepala.
h.      Selanjutnya, berikan sugesti positif, seperti fokus pada pikiran,peka terhadap pendengaran, fresh otak dan pikiran serta kenyamanan pada seluruh badan.
i.        Jika dirasa sidah cukup, bangunkan suyet secara bertahap dengan melakukan hitungan 1 – 10. Maka pada hitungan ke 10, semua suyet akan tersadar dalam kondisi segar bugar.
5.      Kelebihan dan Hambatan dalam pelaksanaan Hypnoteaching
a.       Kelebihan
Adapun beberapa kelebihan hypnoteaching dalam kegiatan belajar mengajar menurut Ibnu Hajar (2011 : 82) adalah:
1)        Proses belajar mengajar lebih dinamis dan ada interaksi yang baik antara guru dan siswanya.
2)        Siswa dapat berkembang sesuai dengan bakat  dan minatnya masing-masing.
3)        Proses pemberian keterampilan banyak diberikan dalam hypnoteaching.
4)        Proses pembelajaran dalam hypnoteaching lebih beragam.
5)        Siswa dapat dengan mudah menguasai materi karena termotivasi untuk belajar.
6)        Pembelajaran bersifat aktif.
7)        Pemantauan terhadap siswa lebih itensif.
8)        Siswa lebih dapat berimajinasi dan berpikir kreatif.
9)        Siswa akan melakukan pembelajaran dengan senang hati.
10)    Daya serap lebih cepat dan bertahan lama karena siswa tidak menghafal pelajaran.
11)    Siswa akan berkonsentrasi penuh terhadap materi pelajaran yang diberikan oleh guru.
b.      Hambatan
Dalam hal ini, menurut Ibnu Hajar (2011 : 83) terdapat beberapa hambatan untuk menerapkan metode hypnoteaching dalam kegiatan belajar mengajar, di antaranya sebagai berikut :
1)      Metode hypnoteaching belum banyak digunakan oleh para pendidik di Indonesia, sehingga penggunaan metode ini justru dipandang aneh oleh sebagian kalangan, terutama orang-orang yang belum sepenuhnya menyadari akan pentingnya peran hypnoteaching dalam mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar. Hal tersebut lebih diperparah lagi oleh adanya anggapan bahwa hipnotis adalah suatu hal yang negatif dan merugikan.
2)      Banyaknya siswa yang ada dalam sebuah kelas menyebabkan kurangnya waktu dari pendidik untuk memberikan perhatian satu per satu kepada mereka.
3)      Hypnoteaching tidak memandang kuantitas, namun kualitas, sehingga menyebabkan terjadinya kekacauan terutama dalam masalah pembagian dan efektivitas ruangan. Namun, tentu saja hal ini masih bisa diatasi oleh pihak sekolah dengan mempersiapkan dan memikirkan segala hal yang diperlukan sebelum pelaksanaan dimulai.
4)      Meskipun hypnoteaching mempunyai manfaat besar, namun tidak bisa dipungkiri bahwa hal ini bukanlah sesuatu yang instan. Sehingga, pelatihan yang dilakukan secara berulang-ulang sangat mungkin dilakukan untu mendapatkan hasil yang lebih maksimal.
5)      Perlu pembelajaran agar pendidik bisa melakukan hypnoteaching. Sebab, pada dasarnya, tidak semua pendidik, baik guru, dosen, maupun praktisi pendidikan lainnya menguasai metode ini. Jika tidak, informasi mengenai hypnoteaching hanya akan menjadi wacana bagi mereka.
6)      Walaupun saat ini sudah banyak edaran di internet tentang adanya pelatihan hypnoteaching, namun biayanya sangat tinggi, sehingga menambah kesulitan bagi pendidik.
7)      Meskipun diantara para pendidik ada yang berani, bahkan sudah melakukan dan mengikuti pelatihan hypnoteaching, tetapi masih dalam jumlah yang sangat sedikit.
8)      Kurangnya sarana dan prasarana yang ada di sekolah untuk menunjang pelaksanaan metode hypnoteaching.
9)      Jarang sekali siswa menggunakan penalaran logis yang lebih tinggi, seperti kemampuan membuktikan atau memperlihatkan suatu konsep. Di samping itu, kebanyakan siswa juga masih pasif saat kegiatan belajar mengajar.
C.    Prestasi Belajar
1.      Pengertian prestasi belajar
              Prestasi adalah suatu hasil dari proses pembelajaran yang dapat dilihat dengan evaluasi yang dilakukan oleh guru. Adapun definisi evaluasi adalah penilaian terhadap keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah diterapkan dalam sebuah program. Padanan kata evaluasi adalah assessment yang berarti proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai seorang siswa sesuai kriteria yang ditetapkan.
              Adapun tujuan, fungsi dan ragam evaluasi menurut Muhibbin Syah ( 1995 : 94 ) sebagai berikut :
a.       Tujuan Evaluasi
           Evaluasi yang berarti pengungkapan dan pengukuran hasil belajar, pada dasarnya merupakan proses penyusunan deskripsi siswa, kuantitatif maupun kualitatif. Namun perlu penyusun kemukakan, bahwa kebanyakan pelaksanaan evaluasi cenderung bersifat kuantitatif, lantaran penggunaan angka atau skor untuk menentukan kualitas keseluruhan kinerja akademik siswa dianggap sangat biasa. Walaupun seperti itu, guru yang professional berusaha mencari kiat evaluasi yang lugas, tuntas dan meliputi seluruh kemampuan ranah cipta, rasa dan karsa siswa.
           Adapun tujuan evaluasi sebagai berikut :
1)      Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu.
2)      Untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa dalam kelompok kelasnya.
3)      Untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam belajar.
4)      Untuk mengetahui sejauh mana siswa telah kapasitas kognitifnya (kemampuan kecerdasan yang dimiliki) untuk keperluan belajar.
5)      Untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang telah digunakan guru dalam proses belajar mengajar (PBM).
           Adapun tujuan evaluasi menurut Aunurrahman ( 2009 : 209 ) sebagai berikut :
           Secara umum evaluasi bertujuan untuk melihat sejauh mana suatu program atau kegiatan tertentu dapat tercapai tujuan yang telah ditentukan secara spesifik. Evaluasi memiliki banyak tujuan, terdapat beberapa alasan mengapa evaluasi harus dilakukan. :
1.      Memperkuat kegiatan belajar
2.      Menguji pemahaman dan kemampuan siswa
3.      Memastikan pengetahuan prasyarat yang sesuai
4.      Mendukung terlaksananya kegiatan pembelajaran
5.      Motivasi siswa
6.      Memberi umpan balik bagi siswa
7.      Memberi umpan balik bagi guru
8.      Memelihara standar mutu
9.      Mencapai kemajuan proses dan hasil belajar
10.  Memprediksi kinerja pembelajaran selanjutnya
11.  Menilai kualitas belajar



b.      Fungsi Evaluasi
           Di samping memiliki tujuan, evaluasi belajar juga memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut :
1)      Fungsi promosi untuk menetapkan kenaikan dan kelulusan.
2)      Fungsi diagnostik untuk mengidentifikasi kesulitan belajar siswa dan merencanakan program remedial teaching (pengajaran perbaikan)
3)      Sumber data BP untuk memasok data siswa tertentu yang memerlukan bimbingan dan penyuluhan (BP).
4)      Bahan pertimbangan pengembangan pada masa yang akan dating yang mengikuti perkembangan kurikulum, metode dan alat-alat PBM.
           Selain memiliki fungsi-fungsi di atas, evaluasi juga mengandung fungsi psikoogis yang cukup signifikan bagi siswa maupun bagi guru dan orang tuanya. Bagi siswa, penilaian guru merupakan alat bantu untuk mengatasi kekurangmampuan atau ketidakmampuannya dalam menilai kemampuan dan kemajuan diri sendirinya, siswa memiliki kesadarannya yang lugas mengenai eksistensi kemampuan akalnya sendiri ( Mulcahy et al : 1991 ). Dengan demikian, siswa diharapkan mampu menentukan posisi dan statusnya secara tepat diantara teman-teman dan masyarakatnya sendiri.
           Bagi orangtua atau wali siswa, dengan evaluasi kebutuhan akan pengetahuan mengenai hasil usaha dan tanggung jawabnya mengembangkan potensi anak terpenuhi. Pengetahuan seperti ini dapat mendatangkan rassa pasti kepada orangtua dan wali siswa dalam menentukan langkah-langkah pendidikan anjutan bagi anaknya. Sedangkan bagi para guru sendiri (sebagai evaluator), hasil evaluasi prestasi tersebut dapat membantu mereka dalam menentukan sikap diri-sendiri.
c.       Ragam Evaluasi
            Pada prinsipnya, evaluasi hasil belajar merupakan kegiatan berencana dan berkesinambungan. Oleh karena itu, ragamnya pun banyak mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks.
1)      Pre test dan post test
           Kegiatan pre test dilakukan guru secara rutin pada setiap akan dimulai penyajian materi baru. Tujuannya, untuk mengidentifikasi taraf pengetahuan siswa mengenai bahan yang akan disajikan. Evaluasi ini berlangsung singkat dan sering tidak memerlukan instrumen tertulis.
           Post test adalah kebalikan dari pre test, yakni evaluasi yang dilakukan oleh guru pada setiap akhir penyajian materi. Tujuannya adalah untuk mengetahui taraf penguasaan siswa atas materi yang diajarkan. Evaluasi ini juga berlangsung singkat dan cukup dengan menggunakan instrumen sederhana yang berisi item-item yang jumlahnya sangat terbatas.
2)      Evaluasi bersyarat
           Evaluasi jenis ini sangat mirip dengan pre test. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi penguasaan siswa atas materi lama yang mendasari materi baru yang akan diajarkan. Contoh: evaluasi penguasaan syarat-syarat sahnya shalat, karena syarat-syarat sahnya shalat yang menjadikan shalat kita diterima.
3)      Evaluasi diagnostik
           Evaluasi ini dilakukan setelah selesai penyajian sebuah satuan pelajaran dengan tujuan mengidentifikasi bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai siswa. Instrumen evaluasi jenis ini dititikberatkan pada bahasan tertentu yang dipandang telah membuat siswa mendapatkan kesulitan
4)      Evaluasi formatif
           Evaluasi jenis ini dilakukan pada setiap akhir penyajian satuan pelajaran atau modul. Tujuannya ialah untuk memperoleh umpan balik yang mirip dengan evaluasi diagnostik, yakni untuk mendiagnosis (mengetahui penyakit atau kesulitan) kesulitan belajar siswa. Hasil diagnosis kesulitan belajar tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan rekayasa pengajaran remedial (perbaikan).
5)      Evaluasi sumatif
           Ragam penilaian sumatif dilakukan untuk mengukur kinerja akademik atau prestasi belajar siswa pada akhir periode pelaksanaan program pengajaran. Evaluasi ini lazim dilakukan pada setiap akhir semester atau akhir tahun ajaran. Hasilnya akan dijadikan bahan laporan resmi mengenai kinerja akademik siswa dan bahkan penentu naik atau tidaknya ke kelas yang lebih tinggi.
6)      UAS dan UN
           UAS (Ujian Akhir Sekolah) dan UN (Ujian Nasional) pada prinsipnya sama dengan evaluasi sumatif dalam arti sebagai alat penentu kenaikan status siswa. Namun, UAS dan UN ini dirancang untuk siswa yang telah menduduki kelas tertinggi pada suatu jenjang SD dan MI dan seterusnya.
2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
              Menurut Sumiati (2009 : 38) pengertian belajar adalah sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan. Sejalan dengan pendapat Sumiati, Oemar Hamalik (2008 : 36) mendefinisikan belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Jadi belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari pada itu, yakni mengalami.
              Kunandar (2007 : 298) menyatakan bahwa belajar mengandung pengertian terjadinya perubahan dari persepsi dan perilaku, termasuk juga perbaikan perilaku, misalnya pemuasan kebutuhan masyarakat dan pribadi secara lengkap. Sedangkan menurut Cronbach dikutip oleh Kunandar (2007 : 298-299) pengertian belajar adalah learning is shown by a change in behavior as a result of experience, yang artinya belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasi pengalaman.
              Aunurrahman (2009 : 35) belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya.
              Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan dari elemen yang penting dari pengertian yaitu :
a.       Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman.
b.      Belajar merupakan perubahan tingkah laku, baik perubahan yang mengarah kepada kebaikan atau keburukan.
c.       Proses belajar terutama mengerjakan hal-hal yang sebenarnya. Belajar apa yang diperbuat dan mengerjakan apa yang dipelajari.
              Dengan demikian jelaslah bahwa belajar merupakan salah satu factor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan serta perkembangan pribadi dan perilaku individu sebagai hasil dari berbagai macam pengalaman.
              Menurut Muhibbin Syah (1995 : 204) secara global, faktor-faktor yang mepengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam.

1.      Faktor Internal
           Faktor yang berasal dari dalam siswa (internal) meliputi tiga aspek, yakni :
a.       Aspek fisiologis
            Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Sebagai contoh kondisi organ tubuh yang lemah desertai pusing-pusing kepala, dapat menurunkan ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas. Diperlukan makanan dan minuman yang bergizi agar jasmani tetap bugar.
b.      Aspek psikologis
            Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa, yakni :
1. Intelegensi siswa
       Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang cepat. Jadi, intelegensi sebenarnya bukan persoalan otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi, memang harus diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan intelegensi manusia lebih menonjol daripada peran organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan “menara pengontrol” hamper seluruh aktifitas manusia.
       Tingkat kecerdasan siswa tidak dapat diragukan lagi dalam meningkatkan keberhasilan siswa. Ini bermakna semakin tinggi kemampuan intelegensi seorang siswa, maka semakin besar peluangnya untuk meraih keberhasilan. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelegensi seorang siswa, maka semakin kecil peluangnya untuk meraih keberhasilan.
2. Sikap siswa
       Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektifberupa kecenderungan untuk merespon dengan cara yang relative tetap terhadap objek seperti, orang, barang dan sebagainya baik secara positif maupun negatif.
3. Bakat siswa
       Secara umum bakat merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Setiap orang memiliki bakat dalam dirinya dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi secara maksimal.
4. Minat siswa
       Secara sederhana minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (1988), minat tidak termasuk istilah popular dalam psikologi karena ketergantungannya yang banyak pada faktor-faktor internal lainnya seperti : pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi dan kebutuhan.
5. Motivasi siswa
       Menurut Muhubbin Syah (2005 : 210) motivasi ialah keadaan internal organism baik manusia ataupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya untuk bertingkah laku secara terarah.
c.       Aspek Keluarga Sebagai Lingkungan Pendidikan
            Tugas orang tua, disamping member nafkah fisik seperti makan, minum, sandang, pangan, papan dan sebagainya bagi perkembangan dan kesehatan keluarga, khususnya anak-anak, maka tanggung jawab besar lainnya bagi orang tua adalah mendidik anak. Mendidik anak bagi orang tua merupakan tugas dan tanggung jawab yang tidak ditawar-tawar, karena tanggung jawab ini sangat penting dalam rangka mengembangkan anak secara utuh dan sempurna, sehingga nantinya anak menjadi manusia dewasa yang dapat mengemban kewajiban, menjalankan risalahdan menjalankan tanggung jawabnya sebagai pribadi, anggota keluarga, anggota masyarakat, warga Negara, warga dunia maupun sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa.
            Allah menganjurkan agar manusia memperhatikan ketika orang tua memberi pendidikan kepada anaknya. Hal ini sesuai firman Allah dalam surat Lukman ayat 13.
وَإِذْقَالَ لُقْمَانُ لاِبْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ ياَبُنَيَّ لاَتُشْرِكْ بِااللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ ( لقمان : ١٣)
Artinya : “Dan ingatlah Lukman berpetuah kepada anaknya,”Hai anakku! Janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah kedzaliman yang benar”(QS. Lukman : 13)
(Depag RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, 1974 : 413)

            Ayat tersebut terkandung maksud agar setiap orang tua memperhatikan dan memikuti jejak Lukman, yakni memberi pendidikan kepada anak untuk hal-hal yang sangat prinsip, agar tidak mencelakakan diri anak dan keluarga.
2.      Faktor Eksternal
        Faktor ini terdiri atas dua macam, yaitu lingkungan sosial dan nonsosial.
a.       Lingkungan Sosial
            Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, staf administrasi dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dn memperlihatkan suri tauladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar, misalnya rajin membaca dan berdiskusi, dapat menjadi daya dorong yang positif bagi belajar siswa.
            Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga dan demokrasi keluarga (letak rumah), semuanya dapat member dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.
b.      Lingkungan Nonsosial
            Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial seperti gedung sekolah dan letaknya, tempat tinggal siswa, alat-alat belajar, keadaan dan waktu belajar yang digunakan siswa, semua ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan siswa.
Faktor-faktor di atas dalam banyak hal sering saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Seorang siswa yang bersifat concerving terhadap ilmu pengetahuan atau bermotif ekstrinsik (faktor eksternal), biasanya cenderung mengambil pendekatan belajar yang sederhana dan tidak mendalam. Sebaliknya, seorang siswa berintelegensi tinggi (faktor internal) dan mendapat dorongan positif dari orang tuanya (faktor eksternal), mungkin akan memilih pendekatan belajar yang lebih mementingkan kualitas hasil pembelajaran. Jadi, karena faktor-faktor tersebut di ataslah, muncul siswa-siswa yang berprestasi tinggi dan berprestasi rendah atau gagal sama sekali.
              Dalam hal ini, seorang guru yang kompeten dan profesional diharapkan mampu mengantisipasi gejala kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi faktor yang menghambat proses belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2006), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Bina Aksara

__________________(2010), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Bina Aksara

Aunurrahman. (2009), Belajar Dan Pembelajaran. Bandung : Alfabeta
Hadi, Amirul dan Haryono. H. (1998), Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung : Pustaka Setia

Hajar, Ibnu. (2011), Hypnoteaching . Jogjakarta : DIVA Press (anggota IKAPI)
Hamalik, Oemar. (2008), Kurikulum Dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara
Hasan, M. Iqbal (2002), Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian Dan Aplikasinya. Jakarta : Ghalia Indonesia

Holiah, Iis. (2012), “Seni Membuat Siswa Cerdas Dan Patuh Dengan Hypnoteaching”. Makalah pada Semi Lokakarya Di IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Cirebon.

Idris, Muhamad. (2011). Penggunaan Alat Peraga Kartu Bilangan Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Bidang Studi Matematika Di Madrasah Ibtidaiyah Hidayatus Shibyan Kecomberan Talun Cirebon. IAIN Cirebon : Tidak diterbitkan.

Kunandar. (2007). Model dan Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. Jakarta : Rajawali Persada

Ruseffendi. (1991), Pengantar Kepada Guru Mengembangkan Kompetensi dalam Pengajaran Pendidikan Agama Islam untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito

Rusli Setia I, (2009). The Secret of Hypnosis. Jakarta : Penebar Plus.
Sanjaya, Wina. (2006). Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Sholeh. Moh. (2010). Metode pendidikan dalam al-qur’an (analisis tafsir surat an-nahl ayat 125). UIN Malang : Tidak diterbitkan
Sumiati. Dkk. (2009). Metode Pembelajaran. Bandung : CV Wacana Prima
Syah, Muhibbin. (1995), Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Tafsir, Ahmad. (1995), Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Terjemah Depag RI, (1974) Al-Qur’an Al-Karim
UU. RI No. 20 Pasal 3 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional
Uzer, Usman. (2002), Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

http://www.piss-ktb.com/2012/02/307-hadits-setiap-hari-terbaik.html